Jumat, 20 Agustus 2010

Waspada Terhadap Hadits-Hadits Dha'if (Lemah) Seputar Ramadhan


Segala puji hanya bagi Allah Ta`ala yang menjadikan bulan Ramadhan sebagai musim berlomba-lomba dalam kebaikan dan amal shalih serta musim dilipatgankannya pahala kebaikan.

Kami bersaksi bahwa tiada sesembahan yang hak melainkan Allah Ta`ala dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Semoga shalawat dan salam dilimpahkan kepada beliau, keluarga dan segenap sahabatnya.

Mengingat pentingnya mengisi bulan Ramadhan dengan perbekalan ilmu yang cukup, terutama yang berkaitan dengan hukum, keutamaan, kekhususan, adab, manfa`at seputar masalah Ramadhan, maka dalam kesempatan kali ini kami angkat tema khusus tentang "Hadits-Hadits Dha'if (Lemah) Seputar Ramadhan" yang telah tersebar dan menjadi rujukan mayoritas kaum Muslimin, sehingga terkesan hadits-hadits tersebut bersumber dari Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam langsung.

Tentu hal ini perlu mendapat perhatian.. Semangat dan keinginan kaum Muslimin yang begitu besar dalam berlomba-lomba untuk melakukan amal kebaikan di bulan Ramadhan yang di dalamnya penuh dengan keutamaan dan kekhususan ini ternodai oleh amalan tertentu yang tidak bersumber dari Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam.

Semoga artikel ringkas ini dapat memberikan informasi yang obyektif dan otentik kepada kita semua, sehingga setiap amal kebaikan dan ibadah kita sekecil apapun diterima disisi Allah Subhaanahu wa Ta'ala dan tidak sia-sia. Wallahu Musta'an.

Hadits-Hadits Dha'if Seputar Ramadhan

Berikut kami nukilkan beberapa hadits dha'if (lemah) berkaitan dengan bulan Ramadhan.

أولا : حديث شهر رمضان أوله رحمه و أوسطه مغفرة و آخره عتق من النار

Pertama: "Permulaan bulan Ramadhan adalah rahmat, pertengahannya adalah ampunan dan terakhirnya adalah pembebasan dari (siksa) naraka" (Hadits Munkar)

( Lihat, Kitab adh-Dhu`afa, oleh al-`Uqailiy, 2/162; al-Kamil Fi Dhu`afa ar-Rijal, oleh Ibnu `Adiy, 1/165; Ilal al-Hadits, oleh Ibnu Abi Hatim, 1/246; Silsilah al-Ahadits adh-Dha`ifah wa al-Maudhu`ah, oleh al-Albaniy, 2/262; 4/70)

ثانيا : حديث صوموا تصحوا

Kedua: "Berpuasalah kalian semua niscaya kalian semua akan sehat " (Hadits Dh`if)

(Lihat, Kitab Tahrij al-Ihya`, oleh al-Iraqiy, 3/75; al-Kamil Fi Dhu`afa ar-Rijal, oleh Ibnu `Adiy, 2/357; asy-Syidzrah Fi al-Ahaadits al-Musytahirah, oleh Ibnu Thulun, 1/479, al-Fawaid al-Majmu`ah Fi al-Ahaadits al-Maudhu`ah, oleh asy-Syaukaniy, 1/259; al-Maqashid al-Hasanah, oleh as-Sakhawiy, 1/549; Kasyf al-Khafa, oleh al-`Ajluniy, 2/539 dan Silsilah al-Ahadits adh-Dha`ifah wa al-Maudhu`ah, 1/420

ثالثا : حديث من أفطر يوما من رمضان من غير عذر ولامرض لم يقضه صوم الدهر وإن صامه

Ketiga: "Barangsiapa berbuka satu hari pada (puasa) Ramadhan tanpa ada udzur (sebab) dan (karena) sakit, maka dia tidak dapat menggantinya meskipun puasa satu tahun (penuh)" (Hadits Dh`if)

(Lihat, Fath al-Bariy, oleh al-Hafidz Ibnu Hajar, 4/161; Misykaah al-Mashabih, tahqiq al-Albaniy, 1/626; Dha`if Sunan ath-Thirmidziy, oleh al-Albaniy, hadits no. 115; al-Ilal al-Waridah Fi al-Ahaadits, oleh ad-Daruquthniy, 8/270)

رابعا : حديث إن لله عند كل فطر عتقاء من النار

Keempat
: "Sesungguhnya bagi Allah Ta`ala pembebasan dari(siksa)neraka pada setiap kali berbuka"(Hadits Dh`if)

(Lihat, Tanjiih asy-Syari`ah, oleh al-Kananiy, 2/155; al-Fawaid al-Majmu`ah Fi al-Ahaadits al-Maudhu`ah, oleh asy-Syaukaniy, 1/257; al-Kasyf al-Ilaahiy `An Syadiid adh-Dha`f wa al-Maudhu` wa al-Wahiy, oleh al-Thuraabilisiy, 12/230; Dzakhirah al-Huffaazh, oleh al-Qaisiraaniy, 2/956; Syu`abul Iman, oleh al-Baihaqiy, 3/304; dan al-Kaamil Fi Dhu`afaa ar-Rizal, oleh Ibnu `Adiy, 2/455)

خامسا : حديث لو يعلم العباد مافي رمضان لتمنت أمتي أن يكون رمضان السنة كلها

Kelima: "Sekiranya semua hamba mengetahui apa yang terkandung dalam (bulan) Ramadhan sungguh ummat-ku akan berharap (bulan) Ramadhan menjadi setahun penuh " (Hadits Dh`if)

(Lihat, al-Maudhu`at, oleh Ibnu al-Jauziy, 2/188; Tanjiih asy-Syari`ah, oleh al-Kanaaniy, 2/153; al-Fawaaid al-Majmu`ah, oleh asy-Syaukaniy, 1/254 dan Majma`u az-Zawaaid, oleh al-Haitsamit, 3/141)

سادسا : حديث اللهم بارك لنا في رجب و شعبان و بلغنا رمضان

Keenam
: "Ya Allah anugerahkan kepada kami keberkahan di (bulan) Rajab dan Sya`ban serta pertemukan kami (dengan) Ramadhan" (Hadits Dh`if)

(Lihat, al-Adzkaar, oleh an-Nawawiy; Mizaan al-I`tidal, oleh adz-Dzahabiy; Majma`u az-Zawaaid, oleh al-Haitsamiy, 2/165 dan Dha`if al-Jami`, oleh al-Albaniy, hadits no. 4395)

سابعا : حديث أن النبي صلى الله عليه و سلم كان يقول عند الإفطار : اللهم لك صمت و على رزقك أفطرت

Ketujuh
: Do'a Berbuka: "Ya Allah, karena-Mu aku berpuasa, dan atas rizeki-Mu aku berbuka" (Hadits Dh`if)

(Lihat, Khulashah al-Badar al-Munir, oleh Ibnu al-Mulqin, 1/327, hadits no. 1126; Talkhiish al-Khabir, oleh al-Hafizh Ibnu Hajar, 2/202, hadits no. 911; al-Adzkaar, oleh an-Nawawiy, hal. 172; Majma`u az-Zawaid, oleh al-Haitsamiy, 3/156; dan Dha`if al-Jami`, oleh al-Albaniy, hadits no. 4349)

ثامنا : حديث أن النبي صلى الله عليه و سلم كان يقول : لكل شيء باب ، وباب العبادة الصوم

Kedelapan
: "Setiap sesuatu (memiliki) pintu, dan pintu ibadah adalah puasa"

Hadist ini dinukil oleh Abi Syuja` di dalam al-Firdaus, no. 4992 dari hadits Abu Darda` dan menurut Syaikh al-Albaniy hadits ini lemah di dalam kitabnya adh-Dha`if, no. 4720)

تاسعا ـ حديث أن النبي صلى الله عليه و سلم كان يقول : نوم الصائم عبادة

Kesembilan: "Tidurnya seorang yang berpuasa adalah ibadah"

(Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Shaid di dalam Musnad Ibnu Abu Aufa, no. 43 dan al-Baihaqiy di dalam asy-Syu`ab, no. 3937-3939 dari hadits Abdullah bin Abi Aufa, dan Abu Nu`aim di dalam al-Hilyah, 5/83 dari hadits Ibnu Mas`ud; dan as-Sahmiy di dalam Tariikh Jurjaan, hal. 370 dari hadits Muhammad bin Ali bin Husain al-Hasyimiy.)

Hadits ini dilemahkan oleh al-`Iraaqiy di dalam al-Mughniy, no. 727; dan as-Suyuthiy di dalam al-Jami` ash-Shaghir, hal. 188; dan telah membenarkan al-Munawiy di dalam al-Faidh, no. 9293 dan Syaikh al-Albaniy sepakat dengan keduanya di dalam adh-Dha`if, no. 5972)

عاشرا ـ حديث أن النبي صلى الله عليه و سلم كان يقول : الصوم نصف الصبر

Kesepuluh: "Puasa adalah separuh dari kesabaran"

Hadits ini diriwayatkan oleh at-Tirmidziy di dalam as-Sunan, no. 3519; dan ad-Daarimiy, no. 659; Imam Ahmad, di dalam Musnad, 4/260; dan al-Marwaziy di dalam Ta`zhimi Qadri ash-Shalah, no. 432 dari hadits seorang laki-laki dari Bani Sulaim.

الحادي عشر ـ حديث أن النبي صلى الله عليه و سلم كان يقول : الصبر نصف الإيمان

Kesebelas: "Puasa adalah separuh dari keimanan"

(HR. Abu Nu`aim di dalam al-Hilyah, 5/34; dan al-Khathib di dalam Tariikhnya, 13/226; dan Ibnu al-Jauziy di dalam al-`Ilal, 1/815 dari hadits Abdullah bin Mas`ud secara bersambung)

Penutup

Demikian beberapa hadits dhai'if (lemah) seputar Ramadhan yang dapat kami rangkum dan telah berkembang serta menjadi rujukan mayoritas kaum Muslimin. Dan karena keterbatasan ma`lumat yang ada pada kami, maka hanya ini yang dapat kami nukilkan. Semoga artikel ringkas ini bermanfa`at bagi segenap kaum Muslimin, dan semoga segala bentuk ibadah kita di dalam bulan Ramadhan mendapatkan pahala yang sempurnah di sisi Allah Ta`ala. Amin. Wallaahu a`lamu bish shawab.

(Sumber:http://www.majdah.com/vb/showthread.php?t=11285)

Menggulung Celana Dan Lengan Baju Ketika Sholat (al-Kaftu)

Menggulung Celana Dan Lengan Baju Ketika Sholat (al-Kaftu)
Kategori: lain-lain - Dibaca: 333 kali

Di antara persoalan penting namun kurang diperhatikan oleh kalangan umat Islam terutama laki-laki yang semangatnya sedang membara baik yang pintar apalagi yang awam adalah masalah “Al Kaftu”. Padahal masalah ini adalah masalah yang sangat ditegaskan oleh Allah subhaanahu wa ta‘ala, Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam, dan para ulama Salaf.

Bahkan Imam Nawawi menjadikan bab tersendiri masalah larangan “Al Kaftu” ini dalam syarah muslimnya, yaitu Bab XLIV Anggota Sujud dan Larangan untuk Mengumpulkan Rambut dan Busana, serta Menyanggul Ketika Sholat. Begitu juga Walid bin Muhammad Nabih dalam Larangan Berpakaian Isbal.

Imam Nawawi dalam syarah muslimnya menulis : Al Kaftu adalah mengumpulkan atau menghimpun jadi satu.

Berdasarkan hadits:

“Dari ‘Abbas radiyallahu 'anhu dia berkata,”Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam telah diperintah untuk sujud di atas tujuh (anggota badan) Dan beliau dilarang untuk menjadikan satu (mengumpulkan) rambut dan busananya.” Inilah riwayat Yahya. Abur Rabi’ menyebutkan (dengan menggunakan redaksi “Di atas tulang. Dan beliau dilarang untuk mengumpulkan rambut dan busannya. (ketujuh tulang yang dimaksud adalah) kedua telapak tangan, kedua lutut, kedua kaki, dan dahi.” (HR Muslim).

“Dari Ibnu Abbas radliyallahu 'anhu dari Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam dia berkata,”Aku telah diperintahkan untuk bersujud di atas tujuh tulang dan supaya tidak mengumpulkan busana maupun rambut.” (HR. Muslim).

“Dari Ibnu ‘Abbas radliyallahu 'anhu berkata,”Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam diperintahkan untuk bersujud di atas tujuh (anggota badan) Dan beliau dilarang untuk mengumpulkan rambut maupun busana.” (HR. Muslim).

“Dari Ibnu ‘Abbas radliyallahu 'anhu bahwa Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda,”Aku telah diperintahkan untuk bersujud di atas tujuh tulang: dahi (beliau sambil menunjuk (bagian tubuh) di atas hidung), kedua tangan, kedua kaki, dan kedua ujung kaki. Dan kami (dilarang) untuk mengumpulkan busana dan rambut.”

Maksudnya kami dilarang untuk menjadikan rambut dan busana menjadi satu untai. (HR. Muslim).

“Dari ‘Abdullah bin ‘Abbas radliyallahu 'anhu bahwa Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda,”Aku telah diperintahkan untuk bersujud di atas tujuh (anggota badan) Dan aku (dilarang untuk) mengumpulkan rambut dan busana. (Ketujuh anggota tubuh yang dimaksud adalah) dahi beserta hidung, kedua tangan, kedua lutut, dan kedua kaki.” (HR. Muslim).

Imam Nawawi menulis, : Para ulama telah bersepakat mengenai larangan mengerjakan sholat dengan mengangkat busana, dengan menyanggul rambut atau hal yang serupa.

Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath Thabari mengatakan sebagai ijma’ ulama. Ibnul Mudzir telah menukil dari Hasan Al Bashri, bahwa siapa saja yang mengerjakan sholat dengan mengangkat busana dengan cara mengumpulkannya menjadi satu maupun menyanggul rambut ketika sholat maka dia harus mengulangi sholatnya. Sementara madzab mayoritas ulama menyebutkan larangan secara mutlak praktek (tidak peduli apakah seseorang melakukan secara sengaja hanya ketika sholat atau memang sebelumnya sudah.

Ad Dawudi berkata,”Larangan itu hanya berlaku ketika sholat.” Namun pendapat yang shahih adalah pendapat yang pertama. Pendapat itulah yang telah dinukil dari para sahabat dan generasi yang lain.

Dari penjelasan Imam Nawawi di atas dapat kita pahami bahwa menggulung celana dan pakaian / lengan baju ketika sholat karena kainnya panjang adalah perbuatan yang dilarang oleh Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam dan dalam hadits yang shahih diketahui juga bahwa sholat dengan celana atau kain sarung yang sampai menyentuh tempat sholat adalah perbuatan yang dilarang juga.

Sebagaimana tersebut dalam sebuah hadits, yaitu ;

“Dari Abu Hurairah radliyallahu 'anhu : “Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam melarang seseorang menjulurkan kain ke tanah dan menutup mulutnya dalam sholat.” (H.R. Ahmad, Abu Dawud, At Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Hakim)

Hadits Abu Hurairah tersebut menjelaskan larangan seseorang yang sholat dengan celana atau kain sarung yang menyentuh tanah/tempat sholat. Sementara Walid bin Muhammad Nabih dalam Larangan Berpakaian Isbal menulis : Dan termasuk Al Kaftu adalah menggulung celana dan lengan baju, mengangkat ghatrah atau syimaagh (kain berkotak berwarna merah putih, hitam putih dan sebagainya yang biasa dipakai oleh orang Arab penutup kepalanya), dan mengumpulkan rambut dan pakaian sebagian kepada sebagian yang lain, sebelum dan ketika (melaksanakan) sholat.

Sudah menjadi pengetahuan seorang muslim bahwa apa-apa yang dilarang oleh Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam sesungguhnya juga menjadi larangan Allah subhaanahu wa ta’ala. Sebagaimana Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabada :

“Hampir-hampir seorang laki-laki bersandar di atas dipannya mengada-ada dalam haditsku lalu berkata,”Kita hanya berpegang pada Kitabullah, yang halal hanyalah yang kita temukan halal di dalamnya dan yang haram hanyalah yang kita temukan haram di dalamnya. Ketahuilah apa yang diharamkan Rasulullah sama seperti yang diharamkan Allah".(HR. Imam Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah, Ad-Darimi dan Al Hakim serta dishahihkan oleh Al-Albani.)

Oleh karena itu, marilah kita taati perintah Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam dengan hati yang ikhlas. Dalam hal ini mari kita tinggalkan ketika sholat memakai celana atau sarung yang sampai menyentuh tanah / sajadah / tempat sholat dan kita tinggalkan juga menggulung celana dan lengan baju ketika sholat.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman ;

“Katakanlah: "Ta`atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir".(Q.S. Ali Imran : 32)

“Dan ta`atilah Allah dan Rasul, supaya kamu diberi rahmat.” (Q.S. Ali Imran :132)

“Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (Q.S. An-Nisa’:59)

(Abu Muslim)

Minggu, 15 Agustus 2010

Orang yang Tidak Meyakini Kekafiran Orang-orang Yahudi dan Nashrani Serta Kaum Kafir Lainnya Maka Ia Juga Kafir

   
 


 

Apa benar, kalau seorang muslim tidak yakin bahwa orang kafir itu kafir, maka ia sendiri juga menjadi kafir? Meskipun ia shalat dan beriman kepada Al-Qur'an dan Sunnah? Kalau jawabannya memang benar, lalu apa dalilnya? Apakah mungkin bagi seseorang untuk mempercayai bahwa Yahudi dan Nashrani itu adalah orang-orang beriman dan akan masuk Surga setelah jelas hakikat kebenaran itu baginya, kemudian ia masih dikatakan sebagai muslim?

1. Al-Hamdulillah. Memang benar, orang yang tidak yakin akan kekafiran orang yang kafir terhadap agama Allah, tidak mempercayai berita dari Allah tentang kekafiran mereka, tidak meyakini bahwa agama Islam itu telah menghapus seluruh ajaran agama sebelumnya, bahwa setiap orang harus mengikuti ajaran agama Islam ini apapun agamanya sebelum itu, maka ia telah kafir. Allah berfirman:

"Barangsiapa mencari agama selain dari agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia diakhirat termasuk orang-orang yang rugi." (QS.Ali Imraan : 85)

Allah berfirman:

"Katakanlah:"Hai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua.." (QS. Al-A'raaf : 158)

2. Al-Qadhi Iyyadh menyatakan: "Oleh sebab itu, kita memvonis kafir setiap orang yang menganut agama selain dari agama islam, atau tidak menyikap agama mereka, atau ragu-ragu, atau membenarkan jalan hidup mereka, meskipun ia menampakkan keislamannya atau meyakini kebenaran Islam, dan meyakini kebatilan selain agama Islam. Ia tetap kafir, bila ia menampakkan juga yang berkebalikan dari keyakinan itu." Asy-Syifa Bit Ta'rifi Huquqil Mushthafa (II : 1071)

3. Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab -Rahimahullah-menegaskan: "Ketahuilah bahwa di antara pembatal-pembatal keislaman yang terbesar ada sepuluh:

Yang pertama: Syirik kepada Allah yang tidak ada sekutu bagi-Nya.

Dalilnya adalah firman Allah:

"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.. (QS. An-Nisaa' : 48)

Di antara bentuk syirik adalah menyembelih untuk selain Allah, seperti untuk jin dan kuburan.

Yang kedua: Mengambil perantara antara dirinya dengan Allah untuk berdoa dan meminta syafa'at. Hukumnya adalah kafir berdasarkan ijma' kaum muslimin.

Yang ketiga: Orang yang tidak menggap kafir kaum musyrikin atau ragu terhadap kekufuran mereka, atau membenarkan madzhab mereka. Orang ini juga kafir berdasarkan ijma'."

Setelah menyebutkan satu persatu sepuluh pembatal keislaman itu, beliau -Rahimahullah-- menegaskan: "Tidak ada bedanya dalam semua pembatal keislaman itu antara orang yang bercanda atau orang yang takut, kecuali orang yang dipaksa. Kesemuanya adalah perbuatan yang paling berbahaya namun juga paling banyak terjadi. Maka selayaknya setiap muslim mewaspadainya dan mengkhawatirkan hal itu terjadi pada dirinya. Kita memohon perlindungan kepada Allah dari hal-hal yang menimbulkan kemurkaan dan siksa-Nya yang pedih. Shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.
(Dari tulisan-tulisan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab -Rahimahullah--

4. Syirik dan kekufuran dalam hukum sama saja. Ibnu Hazm -Rahimahullah-- menyatakan: "Kekufuran dan kemusyrikan sama saja. setiap kafir itu musyrik dan setiap musyrik itu kafir. Itulah pendapat Imam Syafi'ie dan yang lainnya." (Al-Fishal III : 124)

5. Kaum Yahudi dan Nashrani adalah orang-orang kafir dan musyrik. Allah berfirman:

"Orang-orang Yahudi berkata:"Uzair itu putera Allah" dan orang-orang Nasrani berkata:"Al-Masih itu putera Allah". Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir terdahulu. Dila'nati Allah-lah mereka; bagaimana mereka sampai berpaling.. Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai rabb-rabb selain Allah, dan (juga mereka menjadikan Rabb ) Al-Masih putera Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Ilah Yang Maha Esa; tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan." (QS. At-Taubah : 30-31)

Dari Abu Hurairah Radhiallahu 'anhu diriwayatkan bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Demi Dzat yang Muhammad berada di tangan-Nya; setiap umat ini baik dari kalangan Yahudi maupun Nashrani yang mendengar ajakanku lalu mati dan belum beriman kepada ajaran yang diwahyukan kepadaku, pasti ia termasuk penghuni Neraka." HR. Muslim (153).

Orang yang mengatakan bahwa Yahudi itu tidak kafir, berarti ia telah mendustakan firman Allah terhadap Yahudi:

"Dan telah diresapkan ke dalam hati mereka itu (kecintaan menyembah) anak sapi karena kekafirannya.." (QS. Al-Baqarah : 93)

Demikian juga terhadap firman Allah:

"Yaitu orang-orang Yahudi, mereka merobah perkataan dari tempat-tempatnya. Mereka berkata:"Kami mendengar, tetapi kami tidak mau menurutinya". Dan (mereka mengatakan pula):"Dengarlah" sedang kamu sebenarnya tidak mendengar apa-apa. Dan (mereka mengatakan):"Raa'ina", dengan memutar-mutar lidahnya dan mencela agama. Sekiranya mereka mengatakan:"Kami mendengar dan patuh, dan dengarlah, dan perhatikanlah kami", tentulah itu lebih baik bagi mereka dan lebih tepat, akan tetapi Allah mengutuk mereka, karena kekafiran mereka." (QS. An-Nisaa' : 46)

Juga firman Allah:

"Maka (Kami lakukan terhadap mereka beberapa tindakan), disebabkan mereka melanggar perjanjian itu, dan karena kekafiran mereka terhadap keterangan-keterangan Allah dan mereka membunuh nabi-nabi tanpa (alasan) yang benar dan mengatakan:"Hati kami tertutup". Bahkan, sebenarnya Allah telah mengunci mati hati mereka karena kekafirannya, karena itu mereka tidak beriman kecuali sebagian kecil dari mereka. Dan karena kekafiran mereka (terhadap Isa), dan tuduhan mereka terhadap Maryam dengan kedustaan besar (zina), dan karena ucapan mereka:"Sesungguhnya kami telah membunuh Al-Masih, Isa putera Maryam, Rasul Allah", padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa." (QS.An-Nisaa' : 155-157)

Demikian juga terhadap firman-Nya:

"Sesungguhnya orang-orang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan:"Kami beriman kepada yang sebahagian dan kafir terhadap sebahagian (yang lain)", serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir), (merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan." (QS. An-Nisaa' : 150-151)

Orang yang tidak menganggap kafir orang-orang Nashrani, berarti it tidak berikan kepada firman Allah:

"Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata :"Sesungguhnya Allah itu adalah Al-Masih putera Maryam". (QS.Al-Maa-idah : 17)

Demikian juga dengan firman-Nya:

Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan:"Bahwanya Allah salah satu dari yang tiga", padahal sekali-kali tidak ada Ilah (yang kelak berhak disembah) selain Ilah Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir diantara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih." (QS.Al-Maa-idah : 73)

Demikian juga berarti orang tersebut telah mendustakan firman Allah tentang orang-orang Yahudi dan Nashrani sekaligus, tidak beriman kepada Nabi kita dan tidak mengikuti jalannya. Allah berfirman:

"Sesungguhnya orang-orang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan:"Kami beriman kepada yang sebahagian dan kafir terhadap sebahagian (yang lain)", serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir), (merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan." (QS.An-Nisaa' : 150-151)

Setelah penjelasan yang sedemikian rupa dari Allah Subhanahu wa Ta'ala, apa lagi yang perlu dijelaskan? Kita memohon hidayah kepada Allah, dan semoga shalawat terlimpahkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Islam Tanya & Jawab
Syeikh Muhammad Sholih Al-Munajid


 

Jumat, 13 Agustus 2010

Tanda-Tanda Hati Yang Mendapat Hidayah

Al Qur’an menggolongkan manusia menjadi dua golongan besar, yaitu golongan Al Muhtadun (Orang yang mendapat hidayah, QS. 9:18, QS. 39:17-18) dan golongan Ad Dhallun (orang yang sesat: QS. Al An’am 6:117,82). Atau juga disebut golongan Kafir dan golongan Mukmin (QS. At Taghaabun 64:2; QS 5:44; QS. 14 :2-3; QS. 23:1-11). Atau disebut juga golongan Al Muttaqun (orang yang bertaqwa: QS. Ali Imran 3:133-136; QS. 51:15-19; QS. 15:45-50) dan Al Mujrimun (orang yang berdosa: QS. Al An’am 6:55, 112, 123, 124, 147; QS. 7:40; QS. 10:17; QS. 14:49-52; QS. 26:99; QS. 30:47,55; QS. 18:53; QS. 32:12-14; QS. 20:100-104).
Kedua golongan manusia ini dijelaskan oleh Al Qur’an dengan cara yang sangat terang, dan rinci, agar manusia dapat mengenalnya sekaligus memilih mana yang disukainya sesuai dengan keimanan dan keilmuanya. Disebutkan pula ciri-ciri dan karakter masing-masing. Pada kuliah kita kali ini, diperkenalkan ciri dan tanda orang-orang yang mendapat hidayah Allah swt (Al Muhtadun).
1.Al Muhtadun ialah:
1.Orang yang hatinya bersih/bercahaya.
Pada suatu hari Rasulullah saw membacakan ayat berikut,
“Maka Apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. mereka itu dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Az Zumar, 39:22). Maka kami (para sahabat) berkata: Wahai Rasulullah! Bagaimanakah caranya mengetahui hati dilapangkan atau dibuka oleh Allah? Beliau menjawab: “Bila hati seseorang sudah masuk kedalamnya Nur (cahaya Iman) maka dia akan menjadi lapang dan terbuka.” Mereka (para Sahabat) bertanya: “Apakah tandanya hati yang terbuka dan lapang itu ya Rasulullah.” Beliau menjawab: “Fokus (pusat) perhatiannya sangat kuat terhadap kehidupan yang kekal dan abadi di akhirat, dan tumbuh kesadaran yang tinggi terhadap tipu daya kehidupan dunia yang sekarang ini, lalu dia berkerja keras mempersiapkan bekalan menghadapi mati sebelum datangnya mati itu.” (HR. Ibnu jarir)
Dalam satu riwayat Ibnu Umar ra berkata:
“Pada suatu hari aku datang menjumpai Rasulullah saw sebagai orang yang kesepuluh .( Beliau sedang berada di tengah-tengah sahabat-sahabat terkemuka). Tiba-tiba salah seorang sahabat ansahr berdiri dan bertanya kepada Rasulullah saw. “ya Nabi Allah, siapakah orang yang paling pintar dan orang yang paling cerdas otaknya? Rasulullah saw menjawab: “Yang paling cerdas dan paling pintar ialah orang yang palinng banyak mengingat mati, yang paling banyak menyiapkan bekal untuk menghadapi kematian. Mereka pulang (ke akhirat) dengan ketinggian dunia dan kemualiaan akhirat.” (HR. Tahbrany dengan sanad yang hasan)
Orang yang paling banyak mengingat mati itulah yang dianggap oleh Rasulullah sebagai orang yang paling pintar dan cerdas karena orang yang paling banyak mengingat mati itulah yang paling lengkap bekal untuk mati, sehingga dialah orang yang mendapat kemuliaan di dunia dan kehormatan di akhirat nanti.
Dan Allah swt berfirman:
“Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. dan Barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya (orang itu sesat berhubung keingkarannya dan tidak mau memahami petunjuk-petunjuk Allah), niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.” (QS Al An’am 6:125)
Ayat ini menjelaskan bahwa orang yang tidak membuka seluruh hatinya (jiwanya) untuk menerima dan memeluk Islam, maka Allah swt tidak akan memberikan petunjuk yang sempurna kepadanya untuk memahami dan mengamalkan Islam. Mereka menjadi orang yang peragu, tidak memiliki prinsip yang jelas, terombang- ambing oleh dunia yang menelilinginya.
2.Orang yang selalu mengikuti petunjuk dan sunnah Rasul.
“Hai ahli Kitab, Sesungguhnya telah datang kepadamu Rasul Kami, menjelaskan kepadamu banyak dari isi Al kitab yang kamu sembunyi kan, dan banyak (pula yang) dibiarkannya. Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan kitab yang menerangkan, dengan kitab Itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keredhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus.” (QS. Al Ma’idah, 5:15-16)
3.Orang yang hidupnya mengikuti system hidup Islam saja.
“dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, Maka ikutilah Dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya. yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.” (QS. Al An’am, 6:153)
4.Orang yang tidak mengikuti system Thaghut
“dan orang-orang yang menjauhi Thaghut (yaitu) tidak menyembah- nya dan kembali kepada Allah, bagi mereka berita gembira; sebab itu sampaikanlah berita itu kepada hamba- hamba-Ku, yang mendengarkan Perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. mereka Itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka Itulah orang-orang yang mempunyai akal.” (QS. Az Zumar, 39:17-18)
Dan firman-Nya lagi,
“dan sungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu”, Maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).” (QS. An Nahl, 16:36)
5.Orang yang tidak mencampur-baurkan yang Haq dan yang batil.
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka Itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al An’am, 6:82)
“dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui.” (QS. Al Baqarah, 2:42)
2.Al Mujrimun adalah orang yang menentag Allah dan Rasul-Nya dan mengikuti tradisi Kafir Jahiliyah.
“Dan Barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. An Nisa’, 4:115)
“Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,” mereka menjawab: “(Tidak), tetapi Kami hanya mengikuti apa yang telah Kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami”. “(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?”. (QS. Al Baqarah, 2:170)
“Apabila dikatakan kepada mereka: “Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rasul”. mereka menjawab: “Cukuplah untuk Kami apa yang Kami dapati bapak-bapak Kami mengerjakannya”. dan Apakah mereka itu akan mengikuti nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk?.” (QS. Al Ma’idah, 5:104)
“Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Ikutilah apa yang diturunkan Allah”. mereka menjawab: “(Tidak), tapi Kami (hanya) mengikuti apa yang Kami dapati bapak-bapak Kami mengerjakannya”. dan Apakah mereka (akan mengikuti bapak-bapak mereka) walaupun syaitan itu menyeru mereka ke dalam siksa api yang menyala-nyala (neraka)?” (QS. Lukman, 31:21)
3.Cara mendapat hidayah yang sempurna.
1.Dengan menyerahkan hati (jiwanya) secara total kepada Islam.
“Dan Barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang Dia orang yang berbuat kebaikan, Maka Sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh. dan hanya kepada Allah-lah kesudahan segala urusan. Dan Barangsiapa kafir Maka kekafirannya itu janganlah menyedihkanmu. hanya kepada Kami-lah mereka kembali, lalu Kami beritakan kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala isi hati. Kami biarkan mereka bersenang-senang sebentar, kemudian Kami paksa mereka (masuk) ke dalam siksa yang keras..” (QS. Luqman, 31:21-24)
“(tidak demikian) bahkan Barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, Maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. Al Baqarah, 2:112)
“Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayanganNya.” (QS. An Nisa’, 4:125)
Katakanlah: “Apakah akan aku jadikan pelindung selain dari Allah yang menjadikan langit dan bumi, Padahal Dia memberi makan dan tidak memberi makan?” Katakanlah: “Sesungguhnya aku diperintah supaya aku menjadi orang yang pertama kali menyerah diri (kepada Allah), dan jangan sekali-kali kamu masuk golongan orang musyrik.” (QS. Al An’am, 6:14).
2.Dengan mentaati seluruh ajaran Islam (baik yang disukai atau yang tidak disukai).
“Maka Apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, Padahal kepada-Nya-lah menyerahkan diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan.” (QS. Ali Imran, 3:83)
“Dan sesungguhnya di antara Kami ada orang-orang yang taat dan ada (pula) orang-orang yang menyimpang dari kebenaran. Barangsiapa yang yang taat, Maka mereka itu benar-benar telah memilih jalan yang lurus.” (QS. Al Jin, 72:14).
3.Dengan bersungguh-sungguh mencari hidayah, yaitu dengan mempelajari Al Qur’an dan Sunnah.
“Itulah petunjuk (hidayah) Allah, yang dengannya Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendakiNya di antara hamba-hambaNya. seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan. Mereka Itulah orang-orang yang telah Kami berikan Kitab, hikmat dan kenabian jika orang-orang (Quraisy) itu mengingkarinya, Maka Sesungguhnya Kami akan menyerahkannya kepada kaum yang sekali-kali tidak akan mengingkarinya. Mereka Itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, Maka ikutilah petunjuk mereka. Katakanlah: “Aku tidak meminta upah kepadamu dalam menyampaikan (Al-Quran).” Al-Quran itu tidak lain hanyalah peringatan untuk seluruh ummat.” (QS. Al An’am, 6:88-90)
“Sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu Al kitab (Al Quran) untuk manusia dengan membawa kebenaran; siapa yang mendapat petunjuk Maka (petunjuk itu) untuk dirinya sendiri, dan siapa yang sesat Maka Sesungguhnya Dia semata-mata sesat buat (kerugian) dirinya sendiri, dan kamu sekali-kali bukanlah orang yang bertanggung jawab terhadap mereka.” (QS. Az Zumar, 39:41)
“… Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, Maka Dialah yang mendapat petunjuk; dan Barangsiapa yang disesatkan-Nya, Maka kamu tidak akan mendapatkan seorang pemimpinpun yang dapat memberi petunjuk kepadanya.” (QS. Al Kahfi, 18:17)
“Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan hidayah (Allah), Maka Sesungguhnya Dia berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan Barangsiapa yang sesat Maka Sesungguhnya Dia tersesat bagi (kerugian) dirinya sendiri. dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, dan Kami tidak akan meng’azab sebelum Kami mengutus seorang rasul.” (QS. Al Isra’, 17:15)
Katakanlah: “Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing”. Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalanNya.” (QS. Al Isra’, 17:84)
4.Dengan bersungguh- sungguh beramal sesuai hidayah, Allah akan menambah hidayah kepadanya.
Allah swt berfirman:
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al Ankabut, 29:69)
“Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi [Yang dimaksud dengan tentara langit dan bumi ialah penolong yang dijadikan Allah untuk orang-orang mukmin seperti malaikat-malaikat, binatang-binatang, angin taufan dan sebagainya] dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al Fath, 48:4)
“Dan orang-orang yang mau menerima petunjuk, Allah menambah petunjuk kepada mereka dan memberikan Balasan ketaqwaannya.” (QS. Muhammad, 47:17)
4.Perintah Untuk mengamalkan Islam secara Total.
Oleh karena Islam merupakan jaminan keselamatan dunia dan akhirat, maka Allah swt memerintahkan hamba-hambanya untuk mengamalkan Islam secara menyeluruh (komprehensif). Dan melarangnya untuk mengamalkan Islam sebagian-sebagian (parsial), yakni sekehendak keinginan hawa nafsunya. Allah swt berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. al Baqarah, 2: 208)
Asbabun Nuzul Ayat.
1.Ibnu Jarier menyebutkan sebuah riwayat yang bersumber dari Ikrimah ra, ia mengatakan: Bahwa Abdullah bin Salam, Tsa’labah, Ibnu Yamin, Asad dan Usaid kedua anak Ka’ab, Syu’bah bin ‘Amr dan Qais bin Zaid, semuanya dari golongan Yahudi, mereka berkata kepada Rasulullah:
Wahai Rasulullah, hari Sabtu adalah hari yang kami muliakan, biarkanlah kami merayakannya. Taurat adalah kitab Allah, biarkanlah kami mengikuti dan mengamalkannya pada malam harinya. Lalu Allah turunkanlah ayat yang berbunyi: Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, sampai akhir… Tafsir ath Thabari, Jaami’ al Bayaan fie Ta’wiil al Qur’an, 2/337.
2.Ibnu Abbas ra meriwayatkan: Bahwa ayat ini Allah turunkan berkenaan dengan orang-orang Ahlul kitab (Yahudi dan Nashara), artinya Allah menyeru kepada mereka:
“Wahai orang-orang yang beriman kepada Musa dan Isa, masuklah kamu ke dalam Islam dengan Muhammad saw keseluruhannya.”
Seperti yang terdapat dalam hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim yang bersumber dari Abu Hurairah ra ia mengatakan bahwa Rasulullah saw telah bersabda:
“Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, tiada seorang pun di kalangan ummat ini yang mendengar (ajaran)ku baik dari golongan Yahudi maupun Nashrani kemudian ia mati sementara ia tidak beriman dengan risalah yang aku bawa (Islam) kecuali ia akan mati menjadi penghuni neraka.” (HR Muslim, no.153) Imam al Qurthuby, al Jaami’ li ahkaamil Qur’an, 3/18.
3.Muqatil ra mengatakan:
Abdullah bin Salam dan teman-temannya pernah meminta izin kepada Rasulullah saw untuk membaca kitab Taurat dalam shalat serta mengamalkan sebagian dari ajaran Taurat tersebut. Lalu Allah turunkan ayat: Dan janganlah kamu turuti langkah-langkah syaitan, karena sesungguhnya mengikuti sunnah lebih utama setelah diutusnya Muhammad saw daripada mengikuti langkah-langkah syetan. Dan dikatakan janganlah kamu mengikuti jalan orang yang menyeru kamu kepada syetan, karena sesungguhnya syetan itu musuhmu yang paling nyata. Imam al Qurthuby, al Jaami’ li ahkaamil Qur’an, 3/18.
“Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh (mu), karena sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” (QS. Faathir, 6)
5.Pembagian Hati dan Kewajiban Mukmin Memelihara Hatinya.
Abu Sa’id ra mengatakan, bahwa Rasulullah saw bersabda:
Hati manusia ada empat ; 1. hati yang bersih di dalamnya terang bagaikan lampu, 2. Hati yang tertutup dan terikat tutupnya, 3. Hati yang tengkurap, 4. Hati yang berlapis-lapis. Adapun hati yang bersih maka itu adalah hati orang mukmin, lampunya ialah cahaya imannya. Adapun hati yang tertutup adalah hati orang kafir. Adapun hati yang tengkurap adalah hati orang munafik yang asli, ia mengetahui kemudian mengingkarinya. Adapun hati yang berlapis, maka hati yang ada iman dan nifak, perumpamaan iman di dalamnya bagaikan biji yang disirami air yang baik dan contoh nifak bagaikan luka yang mengeluarkan darah dan nanah, maka benda yang mana lebih banyak (kuat mengalahkan yang lain)
Berkata Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyah dalam kitabnya Ighatsatul Lahfan min masyayidisy Syaithan (Bekalan/Senjata untuk melumpuhkan godaan-godaan Syetan), bahwasanya hati (qalbun) itu ada tiga, yaitu:
1.Qolbun Salim, yaitu hati yang sehat/selamat. Itulah hatinya orang-orang yang beriman
2.Qalbun Maridh, yaitu hati yang sakit. Itulah hatinya orang-orang munafik.
3.Qalbun mayyit, yaitu hati yang mati. Itulah hatinya orang-orang yang kafir atau musyrik.
Orang-orang beriman wajib memelihara hatinya agar senantiasa selamat,karena sesungguhnya bagian anggota tubuhnya yang paling penting ialah hatinya. Berkata Imam Al-Ghazali dalam Ihya ‘Ulumuddin, “sesungguhnya perumpamaan hati di dalam tubuh manusia seperti kepala negara bagi satu negara. Apabila hati baik maka baiklah tubuh badan itu. Apabila dia rusak maka rusaklah seluruh tubuh badan. Demikian pula halnya kepala Negara, apabila kepala negaranya baik dan sholeh maka baik dan sholehlah negaranya.”
Rasulullah saw bersabda:
“Ingatlah, sesungguhnya di dalam tubuh badan manusia ada segumpal daging, apabila segumpal daging itu baik maka baiklah seluruh tubuh manusia dan apabila dia rusak maka rusaklah seluruh tubuh manusia. Ketahuilah, bahwa dia itu adalah hati.” (HR. Bukhari)
Untuk memelihara hati agar ia tetap sehat dan bertambah sehat serta istiqomah dalam iman dan taqwa, dan menjadikan hati yang sakit dan mati menjadi sehat dan hidup, maka obatnya ialah Al-Qur’an. Firman Allah swt QS. Yunus, ayat 57-58. dan Al-Isra’, ayat 82.
“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. Katakanlah: “Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (QS. Yunus, 10:57-58)
“Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.” (QS. Al-Isra’, 17:82)
Wallahua’lam…
Oleh: Ust. Abu Muhammad Jibriel Abdul Rahman

Bagaimana Memahami dan Mentafsirkan Al-Quran

Al Qur’anul Karim adalah kalamullah (perkataan Allah). Disebut juga kitabullah (kitab Allah), yaitu sebuah kitab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, mengandung hal-hal yang berhubungan dengan keimanan, ilmu pengetahuan, kisah-kisah (cerita) filsafah, peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku dan tata cara hidup manusia (hukum-hukum atau syari’ah) baik sebagai makhluk individu maupun sebagi makhluk sosial sehingga berbahagia hidup didunia dan akhirat.
Al Qur’anul Karim dalam menerangkan hal-hal diatas, ada yang dikemukakan secara Tafshil (terperinci), seperti yang berhubungan dengan hukum perkawinan, hukum warisan dan sebagainya, dan ada pula yang dikemukakan secara Mujmal (umum dan garis besarnya saja). Yang diterangkan secara mujmal ada yang diperinci dan dijelaskan oleh hadits-hadits nabi saw dan ada yang diserahkan kepada kaum muslimin sendiri untuk memerincinya sesuai dengan keperluan satu kelompok manusia, keadaan, masa dan tempat. Seperti dalam masalah kenegaraan, Al Quran mengemukakan prinsip syuro. Adanya suatu badan yang mewakili rakyat, keharusan berlaku adil dsb.
Di samping itu, Islam membuka pintu ijtihad kepada kaum kuslimin dalam hal yang tidak diterangkan dalam Al Quran dan hadits secara qat’i atau tegas. Terbukanya pintu ijtihad ini yang memungkinkan manusia memberikan komentar, memberi keterangan dan menyampaikan pendapat. Tentang hal yang tidak disebut, atau yang masih umum dan belum terperinci dikemukakan oleh Al Quran.
Nabi Muhammad saw sendiri beserta para shahabat beliau, adalah orang-orang yang menjadi pelopor dalam hal ini. Kemudian diikuti oleh para tabi’in (orang-orang yang bertemu dengan para shahabat Rasulullah kemudian beriman) dan para tabi’it tabiin (orang yang bertemu para tabiin tapi tidak bertemu shahabat). Kemudian generasi-generasi yang tumbuh dan hidup pada masa-masa berikutnya. Namun demikian, betapapun keahlian seseorang memeahami arti tiap-tiap kalimat dalam Al Quran, maka ia tidak boleh keluar dari: sunnah rasulullah saw, pendapat para shahabat ra, tabi’in dan tabiut tabi’in serta para ulama-ulama mu’tabar (yang dapat dijadikan rujukan). Itulah yang dinamakan riwayat, terutama yang berkenaan dengan ayat-ayat hukum. Seseorang tidak boleh mengikut pendapatnya sendiri atau menurut akal pikirannya semata. Seseorang boleh menafsirkan Al Quran dengan akal pikirannya dengan syarat memenuhi ketetntuan-ketentuan berikut:
1.Memahami kaidah bahasa Arab dengan baik, agar dapat memahami makna dengan sejelas-jelasnya.
2.Tidak boleh menyelisihi dasar yang diterima oleh Rasulullah saw (Sunnah Rasul) dan ijma’ ulama shahabat.
3.Tidak boleh fanatik terhadap madzhab tertentu, sehingga ia membelokkan maksud Al Quran sesuai dengan mazhab yang dianut.
4.Memahami sebab-sebab turunnya ayat serta konteks ayat ketika diturunkannya.
CARA PENAFSIRAN YANG TERBAIK
Jika ada yang bertanya bagaiamana cara penafsiran Al Quran yang terbaik, jawabannya ialah :
1.Sebaik-baik cara penafsiran ayat adalah menafsirkan ayat dengan ayat Al Quran, sebab ada kalanya yang disingkat pada suatu ayat dipeinci atau diperjelas pada ayat yang lain, tetapi jika tidak mendapat pengertian dari ayat. Maka kembalilah kepada sunnah Rasulullah saw. Sebab sunnah Rasul itulah yang menerangkan Al Quran dan menjelaskannya. Sebagaimana firman Allah swt :
“Dan Kami tidak menurunkan kepadamu Al-Kitab (Al Quran) ini, melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.” (QS. An Nahl: 64)
Dan sunnah Rasul juga merupakan wahyu yang diturunkan Allah swt kepada Nabi Muhammad saw, hanya saja posisi yang membedakannya. Firman Allah:
“Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (QS. An Najm:3-4)
Oleh sebab itulah Rasulullah saw bersabda:
“Ingatlah sesungguhnya aku telah diberi Al Quran dan yang serupa dengan Al Quran, di samping Al Quran (Sunnah Rasul).”
2.Mengikuti tafsiran para shahabat Rasulullah saw. Yakni jika tidak mendapatkan tafsiran ayat didalam Al Quran, ayat dengan ayat dan ayat dengan hadits, maka sebaik-baik cara ialah mengikut penafsiran para shahabat nabi saw. Dan di antara ulama shahabat ialah Abdullah bin Abbas yang telah didoakan oleh nabi saw.
“Ya Allah Pandaikan ia dalam agama dan ajarkan kepadanya ilmu tafsir.”
Di antara perkataan beliau ialah bahwa Al Quran diturunkan meliputi empat hal:
1.Halal dan Haram yang tidak akan dimaafkan orang yang tidak mengethauinya.
2.Bagian yang dapat ditafsirkan oleh semua orang yang mengerti bahasa Arab.
3.Bagian yang hanya ditafsirkan oleh para ulama.
4.Yang mutasyabih yang tiada seorangpun yang mengetahuinya kecuali Allah swt.
3.Adapun menafsirkan Al Quran dengan pendapat akal pikiran karena sudah mengerti bahasa arab saja, maka hukumnya haram.
1.Karena Ibnu Abbas berkata nabi Muhammad saw bersabda.
“Barangsiapa yang mengartikan Al Quran hanya dengan pendapatnya atau dengan dasar yang ia tidak mengetahuinya, maka tempatnya adalah neraka.” (HR. Tirmidzi, An Nasai)
2.Dari Jundab ra berkata: Rasulullah saw bersabda:
“Siapa yang mengartikan ayat Al Quran semata-mata dengan pendapatnya. Maka ia telah bersalah.” (HR. Ibnu Jarir)
“Barangsiapa yang berpendapat mengenai ayat Allah hanya semata-mata akal pikiran, lalu kebetulan benar maka itu pun salah.” (At Tirmidzi, Abu Dawud dan An Nasai)
Oleh: Ust. Abu Muhammad Jibriel Abdurrahman

Akibat Buruk Menjauhi Dan Meninggalkan Al-Quran

1.Menjadikan kehidupan yang sempit di dunia dan akhirat.
“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” Berkatalah ia: “Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?” Allah berfirman: “Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamupun dilupakan.” (QS Thaaha, 20: 124-126)
2.Syetan akan menjadi teman yang akan menyesatkannya.
“Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah (Al Quran), kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan) maka syaitan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya. Dan sesungguhnya syaitan-syaitan itu benar-benar menghalangi mereka dari jalan yang benar dan mereka menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk.” (QS az Zukhruf, 43: 36-37)
3.Dimasukkan ke dalam neraka jahannam.
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (QS al A’raaf, 7: 179)
4.Rumah tangganya ditimpa bala bencana.
Dari Ibn Abbas ra ia berkata, bahwa Rasulullah saw bersabda:
“Sesungguhnya orang yang tidak ada al Qur’an sedikitpun di dalam rongga dadanya bagaikan rumah yang roboh.” (Riwayat Tirmidzi – 2837)
5.Rumah yang sunyi dari Al Qur’an akan dimasuki syetan dan penghuninya akan susah dan sempit.
“Sesungguhnya rumah akan mnjadi lapang atas penghuninya dan akan masuk ke dalamnya para malaikat dan akan keluar syetan-syetan akan banyak kebaikannya jika dibacakan al Qur’an didalamnya. Dan sesungguhnya rumah akan menjadi sempit atas penghuninya dan akan akan keluar malaika dari padanya dan akan masuk syetan-syetan dan sedikit sekali kebaikannya jika tidak dibacakan al Qur’an di dalamnya. (HR ad Daarimi, 3175) Dalam riwayat lain: Sesungguhnya rumah yang tidak dibacakan al Qur’an di dalamnya, sedikit sekali kebaikannya dan banyak sekali keburukannya dan para penghuninya akan merasakan kesempitan dan kesengsaraan.”
“Janganlah kamu jadikan rumahmu laksana makam, sesungguhnya rumah yang di dalamnya dibacakan surat al Baqarah tidak akan dimasuki syetan.” (HR Muslim, no: 780, Ahmad, no: 8238, Tirmidzi, no: 2877)
Oleh: Ust. Abu Muhammad Jibriel Abdurrahman