Minggu, 09 September 2012

FATWA SYAIKH ABDULLAH BIN JIBRIN (ANGGOTA HA’IAH KIBARIL ‘ULAMA AL-MAMLAKAH AL-’ARABIYYAH AS-SU’UDIYYAH) TENTANG HASAN AL-BANNA DAN SAYID QUTHUB

 

Akhir-akhir ini kita sering mendengar, diantara saudara sesama muslim menyebarkan isu tentang tuduhan adanya penyimpangan dua orang ulama Mesir; As-Syahid Hasan Al-Banna dan Sayyid Quthub, keduanya dianggap sebagai pawang ahli bid’ah dan pembawa ajaran sesat, bahkan ada yang berarti menyatakan: “Sungguh, membaca buku porno lebih baik daripada membaca buku-buku tulisan tokoh sesat dan menyesatkan dari golongan Ikhwanul Muslim seperti Hasan Albanna, Muhammad Al-Ghazali, Yusuf Qharadawi, atau orang-orang yang sejenis”. (Astaghfirullah al-azhim) sumber dari salah satu email (pembela_sunnah@yahoo.co.id).  Padahal dirinya -seperti yang ditulis dalam situs tersebut- menyatakan diri sebagai pembela sunnah tapi mengapa sampai keluar pernyataan seperti itu… semoga kita terlindung dari kata-kata, pernyataan dan ungkapan yang tidak sebenarnya… karena jika benar demikian, maka rugilah kita, banyaknya amal kebaikan yang kita lakukan akan sirna begitu saja oleh karena ungkapan yang tidak sebenarnya, bahkan kelak Allah akan diambil kebaikan orang yang mengungkapkan sesuatu yang tidak sebenarnya untuk diberikan kepada orang yang dituduhkannya… Naudzubillah min dzalik…

Berikut kami sajikan ungkapan salah seorang ulama anggota lembaga ulama Saudi tentang sikap beliau terhadap Imam As-Syahid Hasan Al-Banna dan As-Syahid Sayyid Qutbub…

Segala puji bagi Allah semata.

Menggelari orang lain sebagai mubtadi’ (pelaku bid’ah) atau fasik (pelaku dosa besar) adalah perbuatan yang tidak dibenarkan atas umat Islam, karena Rasulullah bersabda:

“Barangsiapa yang mengatakan kepada saudaranya: “Wahai musuh Allah”, sedang kenyataannya tidak seperti itu, maka ucapannya itu menimpa dirinya sendiri.” (Muslim).

“Barangsiapa yang mengkafirkan seorang muslim, maka ucapan itu tepat adanya pada salah satu di antara keduanya.” ( Al-Bukhari dan Muslim).

“Bahwa ada seseorang yang melihat orang lain melakukan dosa, lalu ia berkata kepadanya: ‘Demi Allah, Allah tidak akan mengampunimu’. Maka Allah berfirman: ‘Siapakah gerangan yang bersumpah atas (Nama)Ku bahwa Aku tidak akan mengampuni si fulan? Sesungguhnya Aku telah mengampuninya dan Aku gugurkan (pahala) amalmu’.” (HR. Muslim).

Kemudian saya ingin mengatakan bahwa Sayid Quthub dan Hasan Al-Banna termasuk para ulama dan tokoh dakwah Islam. Melalui dakwah mereka berdua, Allah telah memberi hidayah kepada ribuan manusia. Partisipasi dan andil dakwah mereka berdua tak mungkin diingkari. Itulah sebabnya, Syaikh Abdulaziz bin Baaz mengajukan permohonan dengan nada yang lemah lembut kepada Presiden Mesir saat itu, Jamal Abdunnaser “ semoga Allah membalasnya dengan ganjaran yang setimpal – untuk menarik kembali keputusannya menjatuhkan hukuman mati atas Sayid Quthub, meskipun pada akhirnya permohonan Syaikh Bin Baaz tersebut ditolak.

Setelah mereka berdua (Sayid Quthub dan Hasan Al-Banna) dibunuh, nama keduanya selalu disandangi sebutan “Asy-Syahid” karena mereka dibunuh dalam keadaan terzalimi dan teraniaya. Penyandangan sebutan “Asy-Syahid” tersebut diakui oleh seluruh lapisan masyarakat dan tersebarluaskan lewat media massa dan buku-buku tanpa adanya protes atau penolakan.

Buku-buku mereka berdua diterima oleh para ulama, dan Allah memberikan manfaat – dengan dakwah mereka – kepada hamba-hambaNya, serta tak ada seorang pun yang telah melemparkan tuduhan kepada mereka berdua selama lebih dari duapuluh tahun. Bila ada kesalahan yang mereka lakukan, maka hal yang sama telah dilakukan oleh Imam Nawawi, Imam Suyuthi, Imam Ibnul Jauzi, Imam Ibnu ‘Athiyah, Imam Al-Khaththabi, Imam Al-Qasthalani, dan yang lainnya.

Saya telah membaca apa yang ditulis oleh Syaikh Rabie’ bin Hadi Al-Madkhali (ulama muda Saudi yang anti IKHWAN-pen) tentang kitab bantahannya terhadap Sayid Quthub, tapi saya melihat tulisannya itu sebagai contoh pemberian judul yang sama sekali jauh dari kenyataan yang benar. Karena itulah, tulisannya tersebut dibantah oleh Syaikh Bakr Abu Zaid (juga anggota hai’ah Kibaril ‘Ulama KSA-pen) hafidzhahullah

Mata cinta # terasa letih memandang aib
Tapi mata benci # selalu melihat aib

Abdullah bin Abdurrahman bin Jibrin

26 Shafar 1417 H.