Minggu, 28 Juli 2013

Fatwa MUI Tentang Haramnya Pluralisme, Liberalisme, dan Sekulerisme Agama

 

clip_image001

Keputusan Fatwa Majelis Ulama Indonesia
Nomor : 7/Munas VII/MUI/11/2005
TentangPluralisme, Liberalisme, dan Sekulerisme Agama

Bismillahirrahmanirrahim

Majelis Ulama Indonesia (MUI), dalam Musyawarah Nasional MUI VII pada 19-22 Jumadil Akhir 1426 H/26-29 Juli 2005 :

Menimbang :

  1. Bahwa pada akhir-akhir ini berkembang paham pluralisme, liberalisme, dan sekulerisme agama serta paham-paham sejenis liannya dikalangan masyarakat;
  2. Bahwa berkembangnya paham pluralisme, liberalisme, dan sekulerisme agama dikalangan masyarakat telah menimbulkan keresahan sehingga sebagian masyarakat meminta MUI untuk menetapkan fatwa tentang masalah tersebut;
  3. Bahwa oleh karena itu, MUI memandang perlu menetapkan fatwa tentang paham pluralisme, liberalisme, dan sekulerisme agama tersebut untuk dijadikan pedoman oleh umat Islam.

Mengingat :

  1. Firman Allah SWT :

“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi”. (QS. Al-Imram [3] : 85)

“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam..” (QS. Al-Imran [3] : 19)

“Untukmulah agamamu, dan untukkulah agama-ku”. (QS. Al-Kafirun [109] : 6)

“Dan tidak patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu’min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetpkan suatu ketetapan akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata”. (QS. Al-Ahzab [33] : 36)

“Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak pula mengusir kamu dai negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlakuk adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan kawanmu orang-orang yang memernagi kamu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu.Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mreka itulah orang-orang yang zalim”. (QS. Al-Mumtahinah [60] : 8-9)

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamju melupakan bahagaianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orng-orang yang berbuat kerusakan”. (QS. Al-Qashash [28] : 77)

“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang dimuka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkan dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta terhadap Allah”. (QS. Al-An’am [6] : 116)

“Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu”. (QS. Al-Mu’minun [23] : 71)

  1. Hadist Nabi Shallahu Alaihi Wa Sallam:
    1. Imam Muslim (wafat 262) dalam kitabnya Shahih Muslim, meriwayatkan sabda Rasulullah Shallahu Alaihi Wa Salllam :“Demi Dzat yang menguasai jiwa Muhammad, tidak ada seorang pun baik Yahudi maupun Nasrani yang mendengar tentang diriku dari umat Islam ini, kemudian ia mati dan tidak beriman terhadap ajaran yang aku bawa, kecuali ia akan menjadi penghuni neraka.” (HR. Muslim)
    2. Nabi mengirimkan surat-surat dakwah kepada orang-orang non muslim, antara lain Kaisar Heraklius, Raja Romawi, yang beragama Nasrani dan Kisra Persia yang berama Majusi, di mana Nabi mengajak mereka untuk masuk Islam. (Riwayat Ibn Sa’d dalam al-Thabaqat al Kubra dan Imam al-Bukhari dalam Shahih Bukhari).
    3. Nabi Shallahu Alaihi Wa Sallam melakukan pergaulan sosial secara baik dengan komunitas-komunitas non muslim seperti komunitas Yahudi yang tinggal di Khaibar dan Nasrani yang tinggal Najran, bahkan salah seorang mertua Nabi yang bernama Huyay bin Ahthab adalah tokoh Yahudi dari Ban Quraizhah (Sayyid Quraizhah). (Riwayat al-Bukhari dan Muslim)

Memperhatikan :Pendapat Sidang Komisi C Bidang Fatwa pada Munas VII MUI 2005.

Dengan bertawakkal kepada Allah SWT

MEMUTUSKAN

Menetapkan : Fatwa Tentang Pluralisme, Liberalisme, dan Sekulerisme Agama

Pertama : Ketentuan Umum

Dalam fatwa ini, yang dimaksud dengan,

  1. Pluralisme agama adalah suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif, oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme agama juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan hidup berdampingan di surga.
  2. Pluralitas agama adalah sebuah kenyataan bahwa di negara atau daerah tertentu terdapat berbagai pemeluk agama yang hidup secara berdampingan.
  3. Liberalisme agama adalah memahami nash-nash agama (al-Qur’an dan Sunnah) dengan menggunakan akal pikiran yang bebas, dan hanya menerima doktrin-doktrin agama yang sesuaid engan akal pikiran semata.
  4. Sekulerisme agama adalah memishkan urusan dunia dari agama, agama hanya digunakan untuk mengatur hubungan pribadi dengan Tuhan, sedangkan hubungan sesama manusia diatur hanya dengan berdasarkan kesepakatan sosial.

Kedua : Ketentuan Hukum

  1. Pluralisme, Sekulerisme, dan Liberalisme agama sebagaimana dimaksud pada bagian pertama adalah paham yang bertentangan dengan ajaran agama Islam.
  2. Umat Islam haram mengikuti paham Pluralisme, Sekulerisme dan Liberalisme agama.
  3. Dalam masalah aqidahdan ibadah, umat Islam wajib bersikap eksklusif, dalam arti haram mencampuradukkan aqidah dan ibadah umat Islam dengan aqidah dan ibadah pemeluk agama lain.
  4. Bagi masyarakat muslim yang tinggal bersama pemeluk agama lain lain (pluralitas agama), dalam maslah sosial yang tidak berkaitan dengan aqidah dan ibadah, umat Islam bersikap inklusif, dalam arti tetap melakukan pergaulan sosial dengan agama lain sepanjang tidak saling merugikan.

Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 21 Jumadil Akhir 1426 H/28 Juli 2005 M.

Musyawarah Nasional VIIMajelis Ulama Indonesia

Pimpinan Sidang Komisi C Bidang Fatwa

KH. Ma’ruf Amin
Ketua

Drs. H.Hasanuddin M. Ag
Sekretaris

Pimpinan Sidang Pleno:

Prof. Dr. H. Umar Shihab
Ketua.

Prof. Dr. HM. Din Syamsuddin
Sekretaris.

Sabtu, 27 Juli 2013

Memahami makna idul fitri

Oleh: Al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat Hafizhahullaah

Pada setiap kali menjelang Idul Fithri seperti sekarang ini (Ramadhan 1412H) atau tepat pada hari rayanya, seringkali kita mendengar dari para Khatib (penceramah/muballigh) di mimbar menerangkan, bahwa Idul Fithri itu maknanya -menurut persangkaan mereka- ialah “Kembali kepada Fitrah”, Yakni : Kita kembali kepada fitrah kita semula (suci) disebabkan telah terhapusnya dosa-dosa kita.

Penjelasan mereka di atas, adalah batil baik ditinjau dari jurusan lughoh/bahasa ataupun Syara’/Agama. Kesalahan mana dapat kami maklumi -meskipun umat tertipu- karena memang para khatib tersebut (tidak semuanya) tidak punya bagian sama sekali dalam bahasan-bahasan ilmiyah. Oleh karena itu wajiblah bagi kami untuk menjelaskan yang haq dan yang haq itulah yang wajib dituruti Insya Allahu Ta’ala.

Kami berkata :

Pertama

“Adapun kesalahan mereka menurut lughoh/bahasa, ialah bahwa lafadz Fithru/ Ifthaar” artinya menurut bahasa : Berbuka (yakni berbuka puasa jika terkait dengan puasa). Jadi Idul Fithri artinya “Hari Raya berbuka Puasa”. Yakni kita kembali berbuka (tidak puasa lagi) setelah selama sebulan kita berpuasa. Sedangkan “Fitrah” tulisannya sebagai berikut [Fa-Tha-Ra-] dan [Ta marbuthoh] bukan [Fa-Tha-Ra]“.

Kedua

“Adapun kesalahan mereka menurut Syara’ telah datang hadits yang menerangkan bahwa “Idul Fithri” itu ialah “Hari Raya Kita Kembali Berbuka Puasa”.

“Artinya :Dari Abi Hurairah (ia berkata) : Bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:

الصَّوْمُ يَوْمَ تَصُومُونَ وَالْفِطْرُ يَوْمَ تُفْطِرُونَ وَالْأَضْحَى يَوْمَ تُضَحُّونَ

“Shaum/puasa itu ialah pada hari kamu berpuasa, dan (Idul) Fithri itu ialah pada hari kamu berbuka. Dan (Idul) Adlha (yakni hari raya menyembelih hewan-hewan kurban) itu ialah pada hari kamu menyembelih hewan”.

[Hadits Shahih. Dikeluarkan oleh Imam-imam : Tirmidzi No. 693, Abu Dawud No. 2324, Ibnu Majah No. 1660, Ad-Daruquthni 2/163-164 dan Baihaqy 4/252 dengan beberapa jalan dari Abi Hurarirah sebagaimana telah saya terangkan semua sanadnya di kitab saya "Riyadlul Jannah" No. 721. Dan lafadz ini dari riwayat Imam Tirmidzi]

Dan dalam salah satu lafadz Imam Daruquthni :

“Artinya : Puasa kamu ialah pada hari kamu (semuanya) berpuasa, dan (Idul) Fithri kamu ialah pada hari kamu (semuanya) berbuka”.

Dan dalam lafadz Imam Ibnu Majah :

“Artinya : (Idul) Fithri itu ialah pada hari kamu berbuka, dan (Idul) Adlha pada hari kamu menyembelih hewan”.

Dan dalam lafadz Imam Abu Dawud:

“Artinya : Dan (Idul) Fithri kamu itu ialah pada hari kamu (semuanya) berbuka, sedangkan (Idul) Adlha ialah pada hari kamu (semuanya) menyembelih hewan”.

Hadits di atas dengan beberapa lafadznya tegas-tegas menyatakan bahwa Idul Fithri ialah hari raya kita kembali berbuka puasa (tidak berpuasa lagi setelah selama sebulan berpuasa). Oleh karena itu disunatkan makan terlebih dahulu pada pagi harinya, sebelum kita pergi ke tanah lapang untuk mendirikan shalat I’ed. Supaya umat mengetahui bahwa Ramadhan telah selesai dan hari ini adalah hari kita berbuka bersama-sama. Itulah arti Idul Fithri artinya ! Demikian pemahaman dan keterangan ahli-ahli ilmu dan tidak ada khilaf diantara mereka.

Bukan artinya bukan “kembali kepada fithrah”, karena kalau demikian niscaya terjemahan hadits menjadi : “Al-Fithru/suci itu ialah pada hari kamu bersuci”. Tidak ada yang menterjemahkan dan memahami demikian kecuali orang-orang yang benar-benar jahil tentang dalil-dalil Sunnah dan lughoh/bahasa.

Adapun makna sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa puasa itu ialah pada hari kamu semuanya berpuasa, demikian juga Idul Fithri dan Adl-ha, maksudnya : Waktu puasa kamu, Idul Fithri dan Idul Adha bersama-sama kaum muslimin (berjama’ah), tidak sendiri-sendiri atau berkelompok-kelompok sehingga berpecah belah sesama kaum muslimin seperti kejadian pada tahun ini (1412H/1992M).

Imam Tirmidzi mengatakan -dalam menafsirkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas- sebagian ahli ilmu telah menafsirkan hadits ini yang maknanya :

“Artinya : Bahwa shaum/puasa dan (Idul) Fithri itu bersama jama’ah dan bersama-sama orang banyak”.

Semoga kaum muslimin kembali bersatu menjadi satu shaf yang kuat berjalan di atas manhaj dan aqidah Salafush Shalih. Amin!

[Disalin dari kitab Al-Masaa-il (Masalah-Masalah Agama)- Jilid ke satu, Penulis Al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat, Terbitan Darul Qolam - Jakarta, Cetakan ke III Th 1423/2002M; dari almanhaj]

Rabu, 24 Juli 2013

PERKARA – PERKARA YANG MERUSAK AMAL

1. Kufur, Syirik, Murtad, dan Nifaq.

Wahai orang Muslim, wahai hamba Allah! Ketahuilah, siapa yang mati dalam keadaan kafir atau musyrik atau murtad, maka segala amal yang baik tidak ada manfaatnya untuk mendekatkan diri kepada Allah, seperti shadaqah, silaturrahim, berbuat baik kepada tetangga dan lain-lainnya. Sebab di antara syarat taqarrub adalah mengetahui siapa yang didekati. Sementara itu orang kafir tidak begitu. Maka secara spontan amalnya menjadi rusak dan sia-sia.

Allah berfirman: Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya [Al-Baqarah: 217].

Barang siapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam), maka hapuslah amalannya dan ia pada akhirat termasuk orang-orang yang merugi. [Al-Maidah: 5].

Dan sesunggunya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu : Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi. [Az-Zumar: 65].

Allah juga berfirman, mengabarkan tentang keadaan semua rasul: Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan. [Al-Anam: 88].

Dan juga sabda Rasulullah r: Apabila Allah sudah mengumpulkan orang-orang yang terdahulu dan orang-orang yang kemudian untuk satu hari dan tiada keraguan didalamnya, maka ada penyeru yang berseru: Barangsiapa telah menyekutukan seseorang dalam suatu amalan yang mestinya dikerjakan karena Allah, lalu dia minta pahala di sisi-Nya, maka sesungguhnya Allah adalah yang paling tidak membutuhkan untuk dipersekutukan. [HR. At-Tirmidzi 3154, Ibnu Majah 4203, Ahmad 4/215, Ibnu Hibban 7301, hasan].

2. Riya.

Celaan terhadap riya telah disebutkan dalam Al-Quran dan Sunnah. Firman Allah: ... seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu yang licin dan diatasnya ada tanah, kemudian batu itu mejadilah bersih (tidak bertanah). Mereka itu tidak menguasai  sesuatu apapun dari apa yang mereka usahakan, dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir. [ Al-Baqarah: 264].

Rasullullah r bersabda: Sesungguhnya yang aku paling takutkan atas kamu sekalian ialah syirik kecil, yaitu riya. Allah berfirman pada hari kiamat, tatkala  memberikan balasan terhadap amal-amal manusia, Pergilah  kepada orang-orang yang dulu kamu berbuat riya di dunia, lalu lihatlah apakah kamu mendapatkan balasan bagi mereka? [HR. Ahmad 5/428, 429, shahih].

Maka dari itu jauhilah riya, karena ia merupakan bencana amat jahat, yang bisa menggugurkan amal dan menjadikannya sia-sia. Ketahuilah, bahwa orang-orang yang riya adalah pertama kali menjadi santapan neraka, karena mereka telah menikmati hasil perbuatannya di dunia, sehingga tidak ada yang menyisa di akhirat.

Ya Allah, sucikanlah hati kami dari nifaq dan amal kami yang riya teguhkanlah kami pada jalan-Mu yang lurus, agar datang keyakinan kepada kami.

3. Menyebut-Nyebut Shadaqah dan Menyakiti Orang Yang Diberi.

Allah berfirman: Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu menghilangkan(pahala) shadaqahmu dengan menyebutnyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima). [Al-Baqarah: 264].

Ketahuilah wahai hamba Allah! Jika engkau menshadaqahkan harta karena mengharap balasan dari orang yang engkau beri, maka engkau tidak akan mendapatkan keridhaan Allah. Begitu pula jika engkau menshadaqahkannya karena terpaksa dan menyebut-nyebut pemberianmu kepada orang lain.

Rasulullah r bersabda: Tiga orang, Allah tidak menerima ibadah yang wajib dan yang sunat dari mereka, yaitu orang yang durhaka kepada orang tua, menyebut-nyebut shadaqah dan mendustakan takdir. [HR. Ibnu Abi Ashim 323, Ath-Thabrany 7547, hasan].

Abu Bakar Al-Warraq berkata, Kebaikan yang paling baik, pada setiap waktu adalah perbuatan yang tidak dilanjuti dengan menyebut-nyebutnya. Allah  berfirman: Perkataan baik dan pemberian maaf lebih baik dari shadaqah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun. [Al-Baqarah: 263].

4. Mendustakan Takdir.

Ketahuilah wahai orang Mukmin, iman seorang hamba tidak dianggap sah kecuali dia beriman kepada takdir Allah, baik maupun buruk.Semua ketentuan sudah

ditetapkan dan ditulis di Mushhaf yang hanya diketahui Allah semata, sebelum suatu peristiwa benar-benar terjadi dan sebelum Dia menciptakan alam. Mendustakannya dapat membatalkan dan merusak amal seseorang.

Rasulullah r bersabda: Tiga orang, Allah tidak menerima ibadah yang wajib dan yang sunat dari mereka, yaitu orang yang durhaka kepada orang tua,  menyebut-nyebut shadaqah dan mendustakan takdir.

Dan sabda beliau yang lain: Andaikata Allah mengadzab semua penghuni langit dan bumi-Nya, maka Dia tidak zhalim terhadap mereka. Dan, andaikata Allah merahmati mereka, maka rahmat-Nya itu lebih baik bagi mereka dari amal-amal mereka. Andaikata engkau membelanjakan emas seperti gunung Uhud di jalan Allah, maka Allah tidak akan menerima amalmu sehingga engkau beriman kepada takdir, dan engkau tahu bahwa bencana yang menimpamu, dan apa yang membuatmu salah bukan untuk menimpakan bencana kepadamu. Andaikata engkau mati tidak seperti ini, maka engkau akan masuk neraka. [HR. Abu Daud 4699, Ibnu Majah 77, Ahmad 5/183, 185, 189, shahih].

5. Meninggalkan Shalat Ashar.

Allah memperingatkan manusia agar tidak meninggalkan shalatul-wustha (shalat ashar) karena dilalaikan harta, keluarga atau keduniaan. Allah mengkhususkan bagi pelakunya dengan ancaman keras, khususnya shalat ashar.

Firman-Nya: Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang yang lalai dari shalatnya. [Al-Maun: 4-5].

Rasulullah r bersabda: Orang yang tidak mengerjakan shalat ashar, seakan-akan dia ditinggalkan sendirian oleh keluarga dan hartanya. [HR. Al-Bukhari 2/30, Muslim 626]

Dari Abu Al-Malih, atau Amir bin Usamah bin Umair Al-Hadzaly, dia berkata, Kami bersama Buraidah dalam suatu perperangan pada suatu hari yang mendung. Lalu ia berkata, Segeralah melaksanakan shalat ashar, karena Nabi r pernah berkata: Barangsiapa meninggalkan shalat ashar, maka amalnya telah lenyap. [HR. Al- Bukhari 2/31, 66].

6. Bersumpah Bahwa Allah Tidak

Mengampuni Seseorang Dari Jundab t sesungguhnya Rasulullah r mengisahkan tentang seorang laki-laki yang berkata, Demi Allah, Allah tidak akan mengampuni Fulan. Padahal Allah telah berfirman, Siapa yang bersumpah kepada-Ku, bahwa aku tidak mengampuni Fulan, maka aku mengampuni Fulan itu dan menyia-nyiakan amalnya (orang yang bersumpah). [HR. Muslim 16/174].

Ketahuilah, bahwa memutuskan manusia dari rahmat Allah merupakan sebab bertambahnya kedurhakaan orang yang durhaka. Karena dia (orang yang durhaka) merasa yakin, pintu rahmat Ilahi sudah ditutup di hadapannya, sehingga dia semakin menyimpang jauh dan durhaka, hanya karena dia hendak memuaskan nafsunya. Allah akan mengadzabnya dengan adzab yang tidak diberikan kepada orang lain.

Bukankah sudah selayaknya jika Allah menghapus pahala amal orang yang menutup pintu kebaikan dan membuka pintu keburukan, sebagai balasan yang setimpal baginya?

7. Mempersulit Rasulullah, dengan Perkataan maupun Perbuatan.

Allah berfirman: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap sebagian yang lain supaya tidak menghapus (pahala) amalanmu, sedang kamu tidak menyadarinya. [Al-Hujurat: 2].

Dari Anas bin Malik t, tatkala ayat ini turun maka Tsabit bin Qais di rumahnya, seraya berkata, Pahala amalku telah terhapus, dan aku termasuk penghuni neraka. Dia juga menghindari Nabi r. Lalu beliau bertanya kepada Sad bin Muadz, Wahai Abu Amr, mengapa Tsabit mengeluh? Sa'Ad menjawab, Dia sedang  menyendiri dan saya tidak tahu kalau dia sedang mengeluh. Lalu SA'ad mendatangi Tsabit dan mengabarkan apa yang dikatakan Rasulullah. Maka Tsabit  berkata, Ayat ini telah turun, sedang engkau sekalian tahu bahwa aku adalah orang yang paling keras suaranya di hadapan Rasulullah. Berarti aku termasuk penghuni neraka. Sa'ad menyampaikan hal ini kepada beliau, lalu beliau berkata, Bahwa dia termasuk penghuni surga. [HR. Al-Bukhari 6/260, Muslim 2/133-134].

Dengan hadits ini jelaslah bahwa mengeraskan suara yang dapat menghapus pahala amal adalah suara yang menggangu Rasulullah, menentang perintah beliau, tidak taat dan tidak mengikuti beliau, baik perkataan maupun perbuatan.

Allah berfirman: Hai orang-orang yang beriman taatlah kepada Allah dan Rasul dan janganlah kamu merusakkan (pahala) amalamalmu. [Muhammad: 33].

8. Melakukan Bidah Dalam Agama.

Melakukan bidah akan mengugurkan amal dan menghapus pahala. Dalam hal ini Rasulullah r bersabda: Barangsiapa yang menciptakan sesuatu yang baru dalam agama kami ini yang tidak termasuk bagian darinya, maka ia tertolak.

Dalam riwayat lain disebutkan: Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang tidak termasuk agama kami, maka ia tertolak. [HR. Al-Bukhari 5/301, Muslim 12/16].

9. Melanggar Hal-Hal Yang Diharamkan Allah Secara Sembunyi-Sembunyi.

Dari Tsauban t, dari Nabi r, beliau bersabda: Benar-benar akan kuberitahukan tentang orang-orang dari umatku yang datang pada hari kiamat dengan membawa beberapa kebaikan seperti gunung Tihamah yang berwarna putih, lalu Allah menjadikan kebaikan-kebaikan itu sebagai debu yang berhamburan. Tsauban berkata, Wahai Rasulullah, sebutkan sifat-sifat mereka kepada kami dan jelaskan kepada kami, agar kami tidak termasuk di antara mereka,

sedang kami tidak mengetahuinya. Beliau bersabda: Sesungguhnya mereka itu juga saudara dan dari jenismu. Mereka shalat malam seperti yang kamu kerjakan. Hanya saja mereka adalah orang-orang yang apabila berada sendirian dengan hal-hal yang diharamkan Allah maka, mereka melanggarnya. [HR. Ibnu Majah 4245, shahih].

10. Merasa Gembira Jika Ada Orang Mukmin Terbunuh.

Darah orang Muslim itu dilindungi. Maka seseorang tidak boleh menumpahkan darahnya menurut hak Islam.

Rasulullah r bersabda: Barangsiapa membunuh seorang Mukmin lalu ia merasa senang terhadap pembunuhannya itu, maka Allah tidak akan menerima ibadah yang wajib dan yang sunat darinya. [HR. Abu Daud 4270, shahih].

11. Menetap Bersama Orang-Orang Musyrik Di Wilayah Perperangan.

Dari Bahz bin Hakim, dari ayahnya, dari kakeknya, dia berkata: Aku berkata, wahai Nabi Allah, aku tidak pernah mendatangimu sehingga aku menjalin  persahabatan lebih banyak dari jumlah jari-jari tangan? Apakah sekarang aku tidak boleh mendatangimu dan mendatangi agamamu? Sesungguhnya aku dulu adalah orang yang tidak pernah melalaikan sesuatu pun kecuali apa yang diajarkan Allah dan Rasul-Nya kepadaku, dan sesungguhnya aku ingin bertanya atas ridha Allah, dengan apa Rabb-mu mengutusmu kepada kami? Beliau menjawab, Dengan Islam. Apakah tanda-tanda Islam itu?, Dia bertanya. Beliau menjawab, Hendaklah engkau mengucapkan: Aku berserah diri kepada Allah, hendaklah engkau bergantung kepada-Nya, mendirikan shalat dan mengeluarkan zakat.  Setiap orang Muslim atas orang Muslim lainnya adalah haram (menyakiti), keduanya adalah saudara dan saling menolong. Allah tidak akan menerima suatu amalan dari orang Muslim setelah dia masuk Islam, sehingga dia meninggalkan orang-orang kafir untuk bergabung dengan orang-orang Muslim. [HR. An-Nasai 5/82-83, Ibnu Majah 2536, Ahmad 5/4-5, hasan].

12. Mendatangi Dukun dan Peramal.

Beliau r mengancam orang-orang yang mendatangi dukun dan sejenisnya, lalu meminta sesuatu kepadanya, bahwa shalatnya tidak akan diterima selama empat puluh hari. Beliau bersabda: Barangsiapa mendatangi peramal lalu bertanya tentang sesuatu kepadanya, maka shalatnya tidak akan diterima selama empat puluh hari. [HR. Muslim 14/227].

Ancaman ini diperuntukkan bagi orang yang mendatangi dukun dan menanyakan sesuatu kepadanya. Sedangkan orang yang membenarkannya, maka dia dianggap sebagai orang yang mengingkari apa yang diturunkan kepada Rasulullah r . Beliau bersabda: Barangsiapa mendatangi peramal atau dukun lalu membenarkan apa yang dikatakannya, maka ia telah kufur terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad r. [HR. Muslim 135, Abu Daud 3904, Ahmad 2/408-476].

13. Durhaka Kepada Kedua Orang Tua.

Allah telah memerintahkan agar berbuat baik kepada ibu bapak dan berbakti kepada keduanya. Dia memperingatkan, mendurhakai keduanya dan mengingkari kelebihan keduanya dalam pendidikan merupakan dosa besar dan melenyapkan pahala amal. Rasulullah r bersabda: Tiga orang, Allah tidak menerima ibadah yang wajib dan yang sunat dari mereka, yaitu orang yang durhaka kepada orang tua, menyebut-nyebut shadaqah dan mendustakan takdir.

14. Meminum Khamr.

Rasulullah r bersabda: Barangsiapa meminum khamr, maka shalatnya tidak diterima selama empat puluh pagi (hari). Jika dia bertaubat, maka Allah mengampuninya. Jika dia mengulanginya lagi, maka shalatnya tidak diterima (lagi) selama empat puluh pagi (hari). Jika dia bertaubat, maka Allah mengampuninya. Jika dia mengulanginya lagi, maka shalatnya tidak diterima (lagi) selama empat puluh pagi (hari). Jika dia bertaubat, maka Allah mengampuninya. Jika dia mengulanginya lagi, maka shalatnya tidak diterima (lagi) selama empat puluh pagi (hari). Dan, jika mengulanginya keempat kalinya, maka shalatnya tidak diterima (lagi) selama empat puluh pagi (hari). Jika dia bertaubat maka Allah tidak mengampuninya dan Dia mengguyurnya dengan air sungai alkhabal.

Ada yang bertanya, Wahai Abu Abdurrahman (Nabi), apakah sungai alkhabal itu? Beliau menjawab, Air sungai dari nanah para penghuni neraka. [HR. At-Tirmidzi 1862, shahih].

15. Perkataan Dusta dan Palsu.

Rasulullah r bersabda: Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan palsu dan pelaksaannya, maka Allah tidak mempunyai kebutuhan untuk meninggalkan makanan dan minumannya. [HR. Al-Bukhari 4/16, 10/473].

Di dalam hadits ini terkandung dalil perkataan palsu dan pengamalannya dapat melenyapkan pahala puasa.

16. Memelihara Anjing, Kecuali Anjing Pelacak, Penunggu Tanaman atau Berburu.

Rasulullah r bersabda: Barangsiapa memelihara seekor anjing, maka pahala amalnya dikurangi setiap hari satu qirath (dalam riwayat lain: dua qirath) kecuali anjing untuk menjaga tanaman atau pun anjing pelacak. [HR. Al-Bukhari 6/360, Muslim 10, 240].

17. Wanita Yang Nusyuz, Hingga Kembali Menaati Suaminya.

Rasulullah r bersabda: Dua orang yang shalatnya tidak melebihi kepalanya, yaitu hamba sahaya yang lari dari tuannya hingga kembali lagi kepadanya dan wanita yang mendurhakai suaminya hingga kembali lagi.

18. Orang Yang Menjadi Imam Suatu Kaum dan Mereka Benci Kepadanya.

Rasulullah r bersabda: Tiga orang yang shalatnya tidak melebihi telinga mereka, yaitu hamba sahaya yang lari dari tuannya sehingga dia kembali, wanita yang semalaman suaminya dalam keadaan marah kepadanya, dan imam suatu kaum, sedang mereka benci kepadanya. [HR. At-Tirmidzi 360, shahih].

Ada kisah yang dinukil dari Manshur, dia berkata: Kami pernah bertanya tentang masalah imam. Maka ada yang menjawab, Yang dimaksud hadits ini adalah imam yang zhalim. Sedangkan imam yang menegakkan Sunnah, maka dosanya kembali kepada orang-orang yang membencinya.

19. Orang Muslim Mejauhi Saudaranya Sesama Muslim Tanpa Alasan Yang Dibenarkan Syariat.

Dari Abu Hurairah t, seungguhnya Rasulullah r bersabda: Pintu-pintu surga dibuka pada hari Senin dan Kamis, lalu setiap hamba yang tidak menyekutukan sesuatu dengan Allah akan diampuni, kecuali seseorang yang antara dirinya dan saudaranya terdapat permusuhan. Lalu dikatakan: Lihatlah dua orang ini hingga keduanya berdamai.

Lihatlah dua orang ini hingga keduanya berdamai. Lihatlah dua orang ini hingga keduanya berdamai. Lihatlah dua orang ini hingga keduanya berdamai. [HR. Muslim 16/122, 123].

(Syaikh Salim Bin Ied Al-Hilaly) Dari bukunya Mubthilatul Amal

Selasa, 23 Juli 2013

Ibadah Dan Amalan Yang Bermanfaat Bagi Mayit

 

Oleh
Mahmud Ghorib Asy-Syarbini

Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta'ala, salawat serta salam mudah-mudahan selalu tercurahkan kepada Rasulullah n, keluarganya dan sahabatnya serta orang-orang yang diberi petunjuk dengan petunjuk-Nya.
Sesungguhnya manusia itu berdasarkan fitrahnya, telah dijadikan untuk memberikan manfaat kepada orang-orang yang telah mati, khususnya setelah mereka meninggal dunia secara langsung, dengan prasangkaan dan anggapan bahwa amalan yang mereka kerjakan itu bisa memberikan manfaat kepada si mayit ketika di dalam kuburan dan setelah ia dibangkitkan darinya.
Ketika kebutaan (kebodohan) terhadap agama menyebar di kalangan manusia, menjadikan setiap orang melakukan berbagai amalan ibadah dan ketaatan sekehendaknya, yang dia menganggap bahwa amalan-amalan tersebut bisa memberikan manfaat kepada (si mayit) yang telah meninggal dunia.
Orang yang berbuat semacam itu lupa, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda, sebagaimana disebutkan di dalam (Shahih Bukhari dan Shahih Muslim) dari hadits Aisyah Radhiyallahu 'anha Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
كُلُّ عَمَلٍ لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
"Setiap amalan yang padanya tidak ada urusan kami, maka amalan itu tertolak". [HR. Bukhari dan Muslim]
Maka seseorang tidak boleh menyembah Allah Subhanahu wa Ta'ala dan mendekatkan diri kepadaNya, kecuali dengan apa-apa yang telah disyari’atkan. Cukuplah pahala amalan yang disyari’atkan ini dihadiahkan kepada orang-orang yang telah meninggal dunia. Jika suatu amalan tidak disyari’atkan, maka amalan tersebut tertolak dan tidak diterima, pelakunya tidak mendapatkan pahala bahkan ia mendapatkan dosa. Maka bagaimana bisa memberikan pahala amalan yang tertolak! Bahkan anda berhak bertanya: “(Apakah pantas diberikan) dosa amalan yang tertolak ini (amalan bid’ah) untuk si mayit, yang dia muliakan, yang dia hendak memberikan manfaat kepada si mayit setelah terputus segala amalannya?!”
Ada amalan-amalan yang bisa memberikan manfaat kepada mayit setelah kematiannya, yang amalan itu bukan amalan orang lain, tetapi dari perbuatannya sendiri semasa hidupnya di alam dunia. Maka mengalir untuknya pahala dari amalan tersebut semasa hidupnya dan setelah kematiannya.
Maka dengan hal-hal semacam itu, saya terdorong untuk menulis beberapa kalimat dan menerangkan tentang ibadah-ibadah dan ketaatan-ketaatan yang bisa memberikan manfaat kepada mayit setelah ia meninggal dunia. Baik ibadah-ibadah atau ketaatan-ketaatan ini dari usaha mereka semasa hidup di dunia, sebelum mereka meninggal dunia atau dari usaha orang lain (yang dilakukan) agar bermanfaat untuk orang-orang yang telah mati.
Dengan harapan agar hal ini mengikuti “manhaj” (jalan) yang telah ditetapkan oleh Allah, Yang Menguasai orang-orang yang masih hidup dan yang telah mati. Dan terjauhkan dari setiap kebid’ahan dan khurafat. Sebagai pendekatan diri kepada Allah Rabb pemilik langit dan bumi. Dan memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala agar (amalan ini) diterima dan dapat meninggikan derajat.
Sebelum wafatnya, manusia bisa melakukan sebagian amalan-amalan yang pahalanya bisa terus mengalir setelah kematiannya. Selain itu, orang yang masih hidup juga dapat memberikan manfaat kepada mayit dengan amalan-amalan yang dikerjakan untuk ditujukan kepada si mayit setelah kematiannya. Amalan-amalan yang bisa dilakukan sebelum kematian itu memungkinkan dan mampu dilakukan. Jika sedikit saja dia mengerahkan usaha, waktu atau harta, maka dia mampu untuk melakukannya. Sedangkan amalan-amalan yang dilakukan oleh orang lain setelah kematiannya, maka amalan-amalan itu tidak berada di tangannya, bisa jadi ada atau tidak ada. Oleh sebab itu saya akan menyebutkan amalan-amalan yang berasal dari usahanya, bukan usaha orang lain, agar semua manusia segera mengamalkannya sebelum datang ajalnya, dengan harapan untuk memberikan manfaat bagi dirinya sendiri, tidak menyandarkan dirinya kepada manfaat dari orang lain setelah kematiannya.
Ibadah-ibadah dan ketaatan-ketaatan yang bermanfaat bagi orang yang telah mati, yang berasal dari usaha mereka sendiri:
1. Shadaqah jariyyah (Sedekah mengalir yang pahalanya sampai kepadanya).
2. Ilmu yang bermanfaat.
3. Anak shalih yang mendoakannya.
Disebutkan di dalam hadits shahih dari Abi Hurairah Radhiyallahu 'anhu bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
"Apabila manusia meninggal dunia, terputuslah segala amalannya, kecuali dari tiga perkara: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak shaleh yang mendoakannya". [HR. Muslim, Abu Dawud dan Nasa’i]
Dan pada riwayat Ibnu Majah dari Abu Qatadah Radhiyallahu 'anhu, dia berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
خَيْرُ مَا يُخَلِّفُ الرَّجُلُ مِنْ بَعْدِهِ ثَلاَثٌ : وَلَدٌ صَالِحٌ يَدْعُو لَهُ وَصَدَقَةٌ تَجْرِي يَبْلُغُهُ أَجْرُهَا وَعِلْمٌ يُعْمَلُ بِهِ مِنْ بَعْدِهِ
"Sebaik-baik apa yang ditinggalkan oleh seseorang setelah kematiannya adalah tiga perkara: anak shalih yang mendo’akannya, shadaqah mengalir yang pahalanya sampai kepadanya, dan ilmu yang diamalkan orang setelah (kematian) nya".
Dan disebutkan pada hadits yang lain riwayat Ibnu Majah dan Baihaqi dari Abi Hurairah Radhiyallahu 'anhu, dia berkata : Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
إِنَّ مِمَّا يَلْحَقُ الْمُؤْمِنَ مِنْ عَمَلِهِ وَحَسَنَاتِهِ بَعْدَ مَوْتِهِ عِلْمًا عَلَّمَهُ وَنَشَرَهُ وَوَلَدًا صَالِحًا تَرَكَهُ وَمُصْحَفًا وَرَّثَهُ أَوْ مَسْجِدًا بَنَاهُ أَوْ بَيْتًا لاِبْنِ السَّبِيلِ بَنَاهُ أَوْ نَهْرًا أَجْرَاهُ أَوْ صَدَقَةً أَخْرَجَهَا مِنْ مَالِهِ فِي صِحَّتِهِ وَحَيَاتِهِ يَلْحَقُهُ مِنْ بَعْدِ مَوْتِهِ

"Sesungguhnya di antara amalan dan kebaikan seorang mukmin yang akan menemuinya setelah kematiannya adalah: ilmu yang diajarkan dan disebarkannya, anak shalih yang ditinggalkannya, mush-haf yang diwariskannya, masjid yang dibangunnya, rumah untuk ibnu sabil yang dibangunnya, sungai (air) yang dialirkannya untuk umum, atau shadaqah yang dikeluarkannya dari hartanya diwaktu sehat dan semasa hidupnya, semua ini akan menemuinya setelah dia meninggal dunia".
1. Shadaqah Jariyyah
Perngertian shadaqah jariyyah menurut Madzhab Empat ialah: Suatu pemberian untuk mencari pahala dari Allah Subhanahu wa Ta'ala. Ada pula yang mengatakan: Memberikan shadaqah yang tidak wajib, dengan cara menguasakan barang dengan tanpa ganti (gratis). Ada pula yang mengatakan: Harta yang diberikan dengan mengharap pahala dari Allah Subhanahu wa Ta'ala. Ada pula yang mengatakan: Harta “wakaf”, sedangkan pengertian wakaf itu sendiri yaitu: Apa-apa yang ditahan di jalan Allah Subhanahu wa Ta'ala .
Dari pengertian-pengertian di atas jelas bahwa shadaqah jariyyah adalah suatu ketaatan yang dilakukan oleh seseorang untuk mencari wajah Allah, sebagai upaya mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, agar orang-orang umum bisa memanfaatkannya sepanjang waktu tertentu, sehingga pahalanya mengalir baginya sepanjang barang yang dishadaqahkan itu masih ada.
Di antara contoh shadaqah jariyyah yang telah dilakukan di zaman Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ialah : Kebun kurma yang dishadaqahkan oleh Abu Thalhah (seorang sahabat Nabi) ketika turun firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.
لَن تّنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ
"Dan tidaklah kamu bisa mendapatkan kebaikan sehingga kamu menginfakkan (shadaqahkan) sebagian apa-apa yang kamu sukai". [Ali-Imran: 92]
Kebun yang dishadaqahkan oleh Bani An-Najjar kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam rangka untuk pembangunan masjid di waktu Nabi datang di kota Madinah.
Sumur “ruumah” yang dibeli oleh sahabat Utsman Radhiyallahu 'anhu dan beliau shadaqahkan pada waktu kaum muslimin kekurangan air.
Tanah/kebun yang dishadaqahkan oleh sahabat Umar Radhiyallahu 'anhu, yang merupakan harta yang berharga baginya (yang dinamakan tsamgh), beliau menshadaqahkan tanah tersebut, dengan syarat tidak boleh dijual, diberikan atau diwariskan, akan tetapi buahnya (kebun/tanah itu), dishadaqahkan untuk budak, orang-orang miskin, tamu, ibnu sabil (musafir yang kehabisan bekal) serta karib kerabat Rasulullah.
Di antara hadits-hadits yang menyebutkan shadaqah jariyyah, adalah hadits riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim dari Utsman bin ‘Affan Radhiyallahu 'anhu, dia berkata: Sesungguhnya aku telah mendangar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ بَنَى مَسْجِدًا يَبْتَغِي بِهِ وَجْهَ الهِّ بَنَى الهُب لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ
“Barangsiapa yang membangun masjid untuk mencari wajah Allah Subhanahu wa Ta'ala, niscaya Allah Subhanahu wa Ta'ala membangunkan untuknya sebuah rumah di dalam surga".
Di dalam riwayat Imam Tirmidzi dari Anas bin Malik: (Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda):
مَنْ بَنَى لِلَّهِ مَسْجِدًا صَغِيرًا كَانَ أَوْ كَبِيرًا بَنَى الهُل لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ
"Barangsiapa yang membangun masjid, kecil maupun besar, niscaya Allah Subhanahu wa Ta'ala membangunkan untuknya sebuah rumah di dalam surga".
Pada hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Jabir (Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda):
مَنْ بَنَى لِلَّهِ مَسْجِدًا وَلَوْ كَمَفْحَصِ قَطَاةٍ أَوْ أَصْغَرَ, بَنَى الهُْ لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ
"Barangsiapa yang membangun masjid karena Allah Subhanahu wa Ta'ala walaupun sebesar sarang burung atau lebih kecil darinya, niscaya Allah akan membangunkan untuknya sebuah rumah di dalam surga".
2. Ilmu Bermanfaat
Sesungguhnya di antara yang bisa memberikan manfaat bagi maytit setelah kematiannya adalah ilmu yang ia tinggalkan, untuk diamalkan atau dimanfaatkan. Sama saja, apakah dia mengajarkan ilmu tersebut kepada seseorang atau dia tinggalkan berupa buku yang orang-orang mempelajarinya setelah kematiannya. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dari hadits Abu Hurairah:
إِنَّ مِمَّا يَلْحَقُ الْمُؤْمِنَ مِنْ عَمَلِهِ وَحَسَنَاتِهِ بَعْدَ مَوْتِهِ عِلْمًا عَلَّمَهُ وَنَشَرَهُ
"Sesungguhnya di antara amalan dan kebaikan seorang mukmin yang akan menyusulnya setelah kematiannya adalah ilmu yang dia ajarkan dan sebarkan".
Ibnu Majah meriwayatkan dari Muadz bin Anas dari ayahnya, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ عَلَّمَ عِلْمًا فَلَهُ أَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهِ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الْعَامِلِ
"Barangsiapa mengajarkan suatu ilmu, maka dia mendapatkan pahala orang yang mengamalkannya, tidak mengurangi dari pahala orang yang mengamalkannya sedikitpun".
Al-Bazzar meriwayatkan dari ‘Aisyah Radhiyallahu 'anha dia berkata : Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مُعَلِّمُ الْخَيْرِ يَسْتَغْفِرُ لَهُ كُلُّ شَيْءٍ حَتَّى الْحِيْتَانُ فِي الْبَحْرِ
"Orang yang mengajarkan kebajikan dimintakan ampunan oleh segala sesuatu, sampai ikan-ikan yang ada di dalam lautan".
Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ اْلأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلاَلَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنَ اْلإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا
"Barangsiapa yang menyeru kepada petunjuk (kebajikan), maka dia mendapatkan pahala sebagaimana pahala-pahala orang yang mengikutinya, hal itu tidak mengurangi pahala-pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa menyeru kepada kesesatan, maka dia mendapatkan dosa seperti dosa-dosa orang yang mengikutinya, hal itu tidak mengurangi dosa-dosa mereka sedikitpun".
3. Anak Shaleh Yang Mendoakan Orang Tuanya.
Anak itu termasuk usaha orang-tua, sehingga amalan-amalan sholeh yang diamalkan si anak, juga akan menjadikan orang-tua mendapatkan pahala amalan tersebut, tanpa mengurangi pahala anak tersebut sedikitpun.
Imam Turmudzi, Imam Nasai dan Ibnu Majah meriwayatkan dari Aisyah Radhiyallahu 'anha bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
ِنَّ أَطْيَبَ مَا أَكَلْتُمْ مِنْ كَسْبِكُمْ وَإِنَّ أَوْلاَدَكُمْ مِنْ كَسْبِكُمْ
"Sesungguhnya sebaik-baik yang kamu makan adalah yang (kamu dapatkan) dari usaha kamu, dan sesungguhnya anak-anakmu itu termasuk usaha kamu".
Hadits (di atas) mengkhususkan anak shaleh dan sudah ma’lum kedekatan anak shaleh dari pada yang lainnya kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, oleh karena itulah Nabi menyebutnya pada hadits itu. Di mana anak shaleh itu selalu berdzikir dan selalu menjaga hubungan baik kepada kepada Allah. Dan ia pun tidak lupa memanjatkan do’a untuk kedua orang tuanya setelah mereka tiada. Selain itu bahwa anak shaleh yang membiasakan diri di dalam mengerjakan amalan-amalan shaleh sewaktu kedua orang tuanya hidup, yang dia mempelajari amalan-amalan shaleh itu dari keduanya, maka kedua orang tuanya mendapatkan pahala dari amalan-amalan anaknya, tanpa mengurangi pahala si anak tersebut.
Seorang bapak membutuhkan waktu yang panjang untuk membentuk anak yang shaleh. Dia memulainya dengan memilih istri yang shalehah, supaya menjadi ibu bagi anak shaleh tersebut. Kemudian mendidiknya dengan pendidikan yang baik dan benar sesuai dengan tuntunan syari’at. Dengan ini dia menjadi anak yang shaleh, walaupun kedua orang tuanya sudah wafat.
Perlu diketahui juga bahwa keshalihan oran-tua, bisa menjadi sarana kebaikan anak, walaupun mereka telah meninggal dunia. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.
وَكَانَ أَبُوْهُمَا صَالِحًا
"Dan dahulu kedua orang tuanya adalah orang yang shaleh". [Al-Kahfi: 82]
Umar bin Abdul Aziz, khalifah yang ke lima, pernah berkata:
مَا مِنْ مُؤْمِنٍ يَمُوْتُ إلاَّ حَفِظَهُ اللهُ فِي عُقْبِهِ وَعُقْبِ عُقْبِهِ
"Tidaklah seorang mukmin meninggal dunia kecuali Allah akan menjaga anaknya dan cucunya”.
Ibnul Munkadir berkata:
إِنَّ اللهَ لَيَحْفَظُ بِالرَّجُلِ الصَّالِحِ وَلَدَهُ وَوَلَدَ وَلَدِهِ
"Sesungguhnya Allah akan menjaga anak dan cucu seorang yang shalih”.
4. Bersiaga Di Jalan Allah.
Imam Muslim, Turmudzi dan An-Nasai meriwayatkan dari Salman Radhiyallahu 'anhu, dia berkata: Aku telah mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
رِبَاطُ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ خَيْرٌ مِنْ صِيَامِ شَهْرٍ وَقِيَامِهِ وَإِنْ مَاتَ فِيْهِ جَرَى عَلَيْهِ عَمَلُهُ الَّذِي كَانَ يَعْمَلُهُ وَأُجْرِيَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ وَأَمِنَ الْفَتَّانَ
"Bersiaga (di jalan Allah) sehari semalam lebih baik daripada puasa dan mendirikan sholat satu bulan, dan apabila (orang yang berjaga tersebut) meninggal dunia maka amalan yang sedang dia kerjakan tersebut (pahalanya terus) mengalir kepadanya, rizkinya terus disampaikan kepadanya dan dia terjaga dari ujian (kubur)".
Abu Dawud dan Turmudzi meriwayatkan dari Fudhalah bin Ubaid Radhiyallahu 'anhu : bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
كُلُّ الْمَيِّتِ يُخْتَمُ عَلَى عَمَلِهِ إِلاَّ الْمُرَابِطَ فَإِنَّهُ يُنْمَي لَهُ عَمَلُهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَيُؤَمَّنُ مِنْ فِتْنَةِ الْقَبْرِ
"Setiap orang yang meninggal dunia akan ditutup semua amalannya kecuali orang-orang yang berjaga-jaga (di perbatasan musuh di jalan Allah), karena pahala amalannya akan dikembangkan baginya sampai hari kiamat, dan dia akan diselamatkan dari fitnah kubur".
Imam Nawawi rahimahullah berkata memberikan komentar terhadap hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim: “Ini adalah keutamaan yang nyata bagi orang yang berjaga di jalan Allah, dan pahala amalannya yang tetap mengalir kepadanya setelah ia meninggal dunia. Ini merupakan keutamaan yang khusus bagi orang yang berjaga tersebut, tidak ada seorangpun yang ikut di dalamnya. Di dalam hadits lain (yakni riwayat Abu Dawud dan Tirmidzi, sebagaimana di atas-red) yang tidak diriwayatkan oleh Muslim dinyatakan dengan jelas:
كُلُّ الْمَيِّتِ يُخْتَمُ عَلَى عَمَلِهِ إِلاَّ الْمُرَابِطَ فَإِنَّهُ يُنْمَي لَهُ عَمَلُهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
"Setiap orang yang meninggal dunia akan ditutup semua amalannya kecuali orang yang berjaga, maka sesungguhnya amalannya terus dikembangkan sampai hari Qiamat".
Dan sabda beliau:
وَأُجْرِيَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ
"rizkinya terus disampaikan kepadanya".
Sesuai dengan Firman Allah Azza wa Jalla yang berbunyi.
وَلاَ تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَآءٌ عِندَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ
"Dan janganlah kamu menganggap orang-orang yang terbunuh di jalan Allah itu mati, akan tetapi ia hidup di sisi Tuhannya dengan diberi rizki". [Ali-‘Imran: 169]
5. Barangsiapa Yang Menggali Kubur Untuk Mengubur Seorang Muslim.
Dari Abu Rafi’ Radhiyallahu 'anhu, dia berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
مَنْ غَسَّلَ مَيِّتًا فَكَتَمَ عَلَيْهِ غُفِرَ لَهُ أَرْبَعِيْنَ مَرَّةً, وَ مَنْ كَفَّنَ مَيِّتًا كَسَاهُ اللهُ مِنَ السُّنْدُسِ وَ إِسْتَبْرَقِ الْجَنَّةِ وَمَنْ حَفَرَ لَمَيِّتٍ قَبْرًا فَأَجَنَّهُ فِيْهِ أُجْرِيَ لَهُ مِنَ الأَجْرِ كَأَجْرِ مَسْكَنٍ أَسْكَنَهُ إِلَيَ يَوْمِ الْقِيَامَةِ
"Barang siapa yang memandikan jenazah/ mayit dan ia menyembunyikan cacat jenazah tersebut, niscaya dosanya diampuni sebanyak 40 dosa. Dan barang siapa yang mengkafani jenazah/ mayit, niscaya Allah akan memakaikan kepadanya kain sutra yang halus dan tebal dari sorga. Dan barang siapa yang menggali kuburan untuk jenazah/ mayit, dan dia memasukkannya ke dalam kuburan tersebut, maka dia akan diberi pahala seperti pahala membuatkan rumah, yang jenazah/ mayit itu dia tempatkan (di dalamnya) sampai hari kiamat". [HR. Al-Baihaqi dan Al-Hakim. Al-Hakim berkata: “Hadits ini shahih sesuai syarat Muslim”, dan Imam Ad-Dzahabi menyetujuinya].
Pada hadits riwayat At-Thabrani dari Abi Rafi’, dia berkata: Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ غَسَّلَ مَيِّتًا فَكَتَمَ عَلَيْهِ غَفَرَ اللهُ لَهُ أَرْبَعِيْنَ كَبِيْرَةٍ, وَ مَنْ حَفَرَ لأَخِيْهِ قَبْرًا حَتَّى يُجِنَّهُ فَكَأَنَّمَا أَسْكَنَهُ سَكَنًا حَتَّى يُبْعَثُ
"Barang siapa yang memandikan jenazah dan dia menyembunyikan cacat jenazah tersebut, niscaya Allah mengampuni 40 dosa besar yang ada padanya. Dan barang siapa yang membuat lobang kuburan untuk saudaranya, sampai ia memasukkannya kedalam kuburan itu maka seakan-akan ia membuatkan rumah baginya sampai ia dibangkitkan". [Al-Haitsami berkata : “Diriwayatkan oleh At-Tabrani di dalam kitab (Al Kabir) dan para perawinya, adalah para perawi Shahih (Bukhari]".
6. Apabila Manusia, Hewan Atau Burung Memakan Tanaman Milik Mayit.
Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Jabir Radhiyallahu 'anhu, dia berkata :
دَخَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى أُمِّ مَعْبَدٍ حَائِطًا فَقَالَ يَا أُمَّ مَعْبَدٍ مَنْ غَرَسَ هَذَا النَّخْلَ أَ مُسْلِمٌ أَمْ كَافِرٌ فَقَالَتْ بَلْ مُسْلِمٌ قَالَ فَلاَ يَغْرِسُ الْمُسْلِمُ غَرْسًا فَيَأْكُلَ مِنْهُ إِنْسَانٌ وَلاَ دَابَّةٌ وَلاَ طَيْرٌ إِلاَّ كَانَ لَهُ صَدَقَةً إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
"Nabi memasuki kebun Ummu Ma’bad, kemudian beliau bersabda: “Wahai Ummu Ma’bad, siapakah yang menanam kurma ini, seorang muslim atau seorang kafir?.” Ummu Ma’bad berkata: “Bahkan seorang muslim”. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Tidaklah seorang muslim menanam tanaman lalu dimakan oleh manusia, hewan atau burung kecuali hal itu merupakan shadaqah untuknya sampai hari kiamat".
Pada riwayat ( Imam Muslim) yang lain:
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا إِلاَّ كَانَ مَا أُكِلَ مِنْهُ لَهُ صَدَقَةً وَمَا سُرِقَ مِنْهُ لَهُ صَدَقَةٌ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ مِنْهُ فَهُوَ لَهُ صَدَقَةٌ وَمَا أَكَلَتِ الطَّيْرُ فَهُوَ لَهُ صَدَقَةٌ وَلاَ يَرْزَؤُهُ أَحَدٌ إِلاَّ كَانَ لَهُ صَدَقَةٌ
"Tidaklah seorang muslim menanam tanaman, kecuali apa yang dimakan dari tanaman tersebut merupakan shadaqahnya (orang yang menanam). Dan apa yang dicuri dari tananman tersebut merupakan shadaqahnya. Dan apa yang dimakan oleh binatang buas dari tanaman tersebut merupakan shadaqahnya. Dan apa yang dimakan oleh seekor burung dari tanaman tersebut merupakan shadaqahnya. Dan tidaklah dikurangi atau diambil oleh seseorang dari tanaman tersebut kecuali merupakan shadaqahnya".
Imam Nawawi rahimahullah berkata mengomentari hadits di atas: “Di dalam hadits ini menunjukkan keutamaan menanam dan mengolah tanah, dan bahwa pahala orang yang menanam tanaman itu mengalir terus selagi yang ditanam atau yang berasal darinya itu masih ada sampai hari kiamat”.
Hal ini berbeda dengan shadaqah jariyyah, yaitu bahwa tanaman itu tidak dimaksudkan (diniatkan) sebagai shadaqah jariyyah, akan tetapi tanaman yang dimakan dari tanaman tersebut (menjadi shadaqah jariyah) tanpa keinginan dari pemiliknya atau ahli warisnya.
7. Apabila Seseorang Melakukan Sunnah (Jalan/Cara/Metode/Kebiasaan) Yang Baik Sebelum Meninggal Dunia.
Apabila seorang muslim mendapatkan pahala dari suatu amalan yang dia amalkan, maka orang yang telah mengajarinya amalan tersebut juga mendapatkan pahala yang serupa, dengan tanpa mengurangi pahala orang yang mengamalkan sedikitpun. Dan bagi guru pertamanya, yaitu Al-Mush-thafa (Muhammad) Shallallahu 'alaihi wa sallam mendapatkan seluruh pahala tersebut.
Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Abu Juhaifah Radhiyallahu 'anhu bahwasannya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ سَنَّ سُنَّةً حَسَنَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كَانَ لَهُ أَجْرُهُ وَمِثْلُ أُجُورِهِمْ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ سَنَّ سُنَّةً سَيِّئَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهُ وَمِثْلُ أَوْزَارِهِمْ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْئًا
"Barang siapa yang melakukan sunnah (jalan/cara/metode/kebiasaan) yang baik, kemudian diamalkan (oleh orang-orang lain) setelahnya, maka dia mendapatkan pahala hal tersebut dan seperti pahala mereka (orang-orang yang mengikuti), dengan tidak mengurangi sedikitpun dari pahala mereka. Dan barang siapa melakukan sunnah (jalan/cara/metode/kebiasaan) yang jelek, kemudian diamalkan (oleh orang-orang lain) setelahnya, maka dia mendapatkan dosa hal tersebut dan seperti dosa mereka (orang-orang yang mengikuti), dengan tidak mengurangi sedikitpun dari dosa-dosa mereka".
Imam Bukhari dan Imam Muslim juga meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
لاَ تُقْتَلُ نَفْسٌ ظُلْمًا إِلاَّ كَانَ عَلَى ابْنِ آدَمَ الأَوَّلِ كِفْلٌ مِنْ دَمِهَا لأَنَّهُ أَوَّلُ مَنْ سَنَّ الْقَتْلَ
"Tidaklah ada satu jiwa yang dibunuh secara zhalim, kecuali anak Adam yang pertama menanggung sebagian dari darahnya, karena dia adalah orang yang pertama kali melakukan sunnah (jalan/cara/metode/kebiasaan) pembunuhan."
Dan Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Mas’ud Uqbah bin Amr Al-Anshori Radhiyallahu 'anhu, dia berkata Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ
"Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka dia mendapatkan pahala sebagaimana pahala pelakunya".
Dan Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ الأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلاَلَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنَ الإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا
"Barangsiapa yang menyeru kepada petunjuk, maka dia mendapatkan pahala sebagaimana pahala-pahala orang yang mengikutinya, tidak mengurangi pahala-pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa menyeru kepada kesesatan, maka dia mendapatkan dosa sebagaimana dosa orang-orang yang mengikutinya, tidak mengurangi dosa-dosa mereka sedikitpun"
Imam Nawawi berkata: “Dua hadits ini nyata menganjuran disukainya melakukan sunnah perkara-perkara yang baik dan larangan melakukan sunnah perkara-perkara yang buruk. Dan bahwa orang yang melakukan sunnah yang baik, dia akan mendapatkan pahala sebagaimana pahala orang-orang yang melakukan perbuatannya sampai hari kiamat. Dan barangsiapa melakukan sunnah yang buruk, dia akan mendapatkan dosa sebagaimana dosa orang-orang yang melakukan perbuatannya sampai hari kiamat. Dan bahwasannya orang yang menyeru kepada petunjuk, ia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang-orang yang mengikutinya. Dan begitu juga orang yang menyeru kepada kesesatan, dia akan mendapatkan dosa seperti dosa orang-orang yang mengikutinya. Sama saja, apakah petunjuk (kebaikan) atau kesesatan (kejelekan) tersebut dia sendiri yang melakukan pertama kali atau sudah ada yang melakukannya sebelumnya. Dan sama saja, apakah hal itu berbentuk: mengajarkan ilmu, ibadah, sopan-santun atau lainnya. Dan sabda Nabi n :
فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ
"Kemudian diamalkan (oleh orang-orang lain) setelahnya".
artinya bahwa ia telah melakukan sunnah tersebut, kemudian sama saja apakah amalan itu diamalkan semasa ia hidup atau setelah ia meninggal.
Wallahu A’lam.
(Diterjemahkan oleh Mahrus, dari Majalah At-Tauhid, hal:46 - 49, No : 2 Shafar 1421H)
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 03/Tahun V/1421H/20021. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647, 08157579296]

Mengenal Hadits yuk…..

 

Hadits (ejaan KBBI: Hadis, Bahasa Arab: الحديث Tentang suara ini dengarkan (bantuan·info), transliterasi: Al-Hadîts), adalah perkataan dan perbuatan dari Nabi Muhammad SAW. Hadits sebagai sumber hukum dalam agama Islam memiliki kedudukan kedua pada tingkatan sumber hukum di bawah Al-Qur'an.

 

Etimologi

Hadits secara harfiah berarti perkataan atau percakapan. Dalam terminologi Islam istilah hadits berarti melaporkan/ mencatat sebuah pernyataan dan tingkah laku dari Nabi Muhammad SAW.

Menurut istilah ulama ahli hadits,[siapa?] hadits yaitu apa yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapannya (Arab: taqrîr), sifat jasmani atau sifat akhlak, perjalanan setelah diangkat sebagai Nabi (Arab: bi'tsah) dan terkadang juga sebelumnya. Sehingga, arti hadits di sini semakna dengan sunnah.

Kata hadits yang mengalami perluasan makna sehingga disinonimkan dengan sunnah, maka pada saat ini bisa berarti segala perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan maupun persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan ataupun hukum.[1] Kata hadits itu sendiri adalah bukan kata infinitif,[2] maka kata tersebut adalah kata benda.[3]

Struktur hadits

Secara struktur hadits terdiri atas dua komponen utama yakni sanad/isnad (rantai penutur) dan matan (redaksi).

Contoh:Musaddad mengabari bahwa Yahya sebagaimana diberitakan oleh Syu'bah, dari Qatadah dari Anas dari Rasulullah SAW bahwa beliau bersabda: "Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sehingga ia cinta untuk saudaranya apa yang ia cinta untuk dirinya sendiri" (hadits riwayat Bukhari)
Sanad

Sanad ialah rantai penutur/perawi (periwayat) hadits. Sanad terdiri atas seluruh penutur mulai dari orang yang mencatat hadits tersebut dalam bukunya (kitab hadits) hingga mencapai Rasulullah. Sanad, memberikan gambaran keaslian suatu riwayat. Jika diambil dari contoh sebelumnya maka sanad hadits bersangkutan adalah

Al-Bukhari > Musaddad > Yahya > Syu’bah > Qatadah > Anas > Nabi Muhammad SAW

Sebuah hadits dapat memiliki beberapa sanad dengan jumlah penutur/perawi bervariasi dalam lapisan sanadnya, lapisan dalam sanad disebut dengan thabaqah. Signifikansi jumlah sanad dan penutur dalam tiap thabaqah sanad akan menentukan derajat hadits tersebut, hal ini dijelaskan lebih jauh pada klasifikasi hadits.

Jadi yang perlu dicermati dalam memahami hadits terkait dengan sanadnya ialah :

  • Keutuhan sanadnya
  • Jumlahnya
  • Perawi akhirnya

Sebenarnya, penggunaan sanad sudah dikenal sejak sebelum datangnya Islam.Hal ini diterapkan di dalam mengutip berbagai buku dan ilmu pengetahuan lainnya. Akan tetapi mayoritas penerapan sanad digunakan dalam mengutip hadits-hadits nabawi.

Matan

Matan ialah redaksi dari hadits. Dari contoh sebelumnya maka matan hadits bersangkutan ialah:

"Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sehingga ia cinta untuk saudaranya apa yang ia cinta untuk dirinya sendiri"

Terkait dengan matan atau redaksi, maka yang perlu dicermati dalam mamahami hadits ialah:

  • Ujung sanad sebagai sumber redaksi, apakah berujung pada Nabi Muhammad atau bukan,
  • Matan hadits itu sendiri dalam hubungannya dengan hadits lain yang lebih kuat sanadnya (apakah ada yang melemahkan atau menguatkan) dan selanjutnya dengan ayat dalam Al Quran (apakah ada yang bertolak belakang).

Klasifikasi hadits

Hadits dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria yakni bermulanya ujung sanad, keutuhan rantai sanad, jumlah penutur (periwayat) serta tingkat keaslian hadits (dapat diterima atau tidaknya hadits bersangkutan)

Berdasarkan ujung sanad

Berdasarkan klasifikasi ini hadits dibagi menjadi 3 golongan yakni marfu' (terangkat), mauquf (terhenti) dan maqtu' :

  • Hadits Marfu' adalah hadits yang sanadnya berujung langsung pada Nabi Muhammad SAW (contoh: hadits sebelumnya)
  • Hadits Mauquf adalah hadits yang sanadnya terhenti pada para sahabat nabi tanpa ada tanda-tanda baik secara perkataan maupun perbuatan yang menunjukkan derajat marfu'. Contoh: Al Bukhari dalam kitab Al-Fara'id (hukum waris) menyampaikan bahwa Abu Bakar, Ibnu Abbas dan Ibnu Al-Zubair mengatakan: "Kakek adalah (diperlakukan seperti) ayah". Namun jika ekspresi yang digunakan sahabat seperti "Kami diperintahkan..", "Kami dilarang untuk...", "Kami terbiasa... jika sedang bersama rasulullah" maka derajat hadits tersebut tidak lagi mauquf melainkan setara dengan marfu'.
  • Hadits Maqtu' adalah hadits yang sanadnya berujung pada para Tabi'in (penerus). Contoh hadits ini adalah: Imam Muslim meriwayatkan dalam pembukaan sahihnya bahwa Ibnu Sirin mengatakan: "Pengetahuan ini (hadits) adalah agama, maka berhati-hatilah kamu darimana kamu mengambil agamamu".

Keaslian hadits yang terbagi atas golongan ini sangat bergantung pada beberapa faktor lain seperti keadaan rantai sanad maupun penuturnya. Namun klasifikasi ini tetap sangat penting mengingat klasifikasi ini membedakan ucapan dan tindakan Rasulullah SAW dari ucapan para sahabat maupun tabi'in dimana hal ini sangat membantu dalam area perkembangan dalam fikih (Suhaib Hasan, Science of Hadits).

Berdasarkan keutuhan rantai/lapisan sanad

Berdasarkan klasifikasi ini hadits terbagi menjadi beberapa golongan yakni Musnad, Munqati', Mu'allaq, Mu'dal dan Mursal. Keutuhan rantai sanad maksudnya ialah setiap penutur pada tiap tingkatan dimungkinkan secara waktu dan kondisi untuk mendengar dari penutur di atasnya.

Ilustrasi sanad : Pencatat Hadits > penutur 4> penutur 3 > penutur 2 (tabi'in) > penutur 1(Para sahabat) > Rasulullah SAW
  • Hadits Musnad, sebuah hadits tergolong musnad apabila urutan sanad yang dimiliki hadits tersebut tidak terpotong pada bagian tertentu. Yakni urutan penutur memungkinkan terjadinya transfer hadits berdasarkan waktu dan kondisi.
  • Hadits Mursal. Bila penutur 1 tidak dijumpai atau dengan kata lain seorang tabi'in menisbatkan langsung kepada Rasulullah SAW (contoh: seorang tabi'in (penutur2) mengatakan "Rasulullah berkata" tanpa ia menjelaskan adanya sahabat yang menuturkan kepadanya).
  • Hadits Munqati' . Bila sanad putus pada salah satu penutur yakni penutur 4 atau 3
  • Hadits Mu'dal bila sanad terputus pada dua generasi penutur berturut-turut.
  • Hadits Mu'allaq bila sanad terputus pada penutur 4 hingga penutur 1 (Contoh: "Seorang pencatat hadits mengatakan, telah sampai kepadaku bahwa Rasulullah mengatakan...." tanpa ia menjelaskan sanad antara dirinya hingga Rasulullah).
Berdasarkan jumlah penutur

Jumlah penutur yang dimaksud adalah jumlah penutur dalam tiap tingkatan dari sanad, atau ketersediaan beberapa jalur berbeda yang menjadi sanad hadits tersebut. Berdasarkan klasifikasi ini hadits dibagi atas hadits Mutawatir dan hadits Ahad.

  • Hadits mutawatir, adalah hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang dari beberapa sanad dan tidak terdapat kemungkinan bahwa mereka semua sepakat untuk berdusta bersama akan hal itu. Jadi hadits mutawatir memiliki beberapa sanad dan jumlah penutur pada tiap lapisan (thaqabah) berimbang. Para ulama berbeda pendapat mengenai jumlah sanad minimum hadits mutawatir (sebagian menetapkan 20 dan 40 orang pada tiap lapisan sanad). Hadits mutawatir sendiri dapat dibedakan antara dua jenis yakni mutawatir lafzhy (redaksional sama pada tiap riwayat) dan ma'nawy (pada redaksional terdapat perbedaan namun makna sama pada tiap riwayat)
  • Hadits ahad, hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang namun tidak mencapai tingkatan mutawatir. Hadits ahad kemudian dibedakan atas tiga jenis antara lain :
    • Gharib, bila hanya terdapat satu jalur sanad (pada salah satu lapisan terdapat hanya satu penutur, meski pada lapisan lain terdapat banyak penutur)
    • Aziz, bila terdapat dua jalur sanad (dua penutur pada salah satu lapisan)
    • Mashur, bila terdapat lebih dari dua jalur sanad (tiga atau lebih penutur pada salah satu lapisan) namun tidak mencapai derajat mutawatir.
Berdasarkan tingkat keaslian hadits

Kategorisasi tingkat keaslian hadits adalah klasifikasi yang paling penting dan merupakan kesimpulan terhadap tingkat penerimaan atau penolakan terhadap hadits tersebut. Tingkatan hadits pada klasifikasi ini terbagi menjadi 4 tingkat yakni shahih, hasan, da'if dan maudu'

  • Hadits Shahih, yakni tingkatan tertinggi penerimaan pada suatu hadits. Hadits shahih memenuhi persyaratan sebagai berikut:
    1. Sanadnya bersambung;
    2. Diriwayatkan oleh penutur/perawi yg adil, memiliki sifat istiqomah, berakhlak baik, tidak fasik, terjaga muruah(kehormatan)-nya, dan kuat ingatannya.
    3. Matannya tidak mengandung kejanggalan/bertentangan (syadz) serta tidak ada sebab tersembunyi atau tidak nyata yg mencacatkan hadits.
  • Hadits Hasan, bila hadits yang tersebut sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh rawi yg adil namun tidak sempurna ingatannya, serta matannya tidak syadz serta cacat.
  • Hadits Dhaif (lemah), ialah hadits yang sanadnya tidak bersambung (dapat berupa mursal, mu’allaq, mudallas, munqati’ atau mu’dal)dan diriwayatkan oleh orang yang tidak adil atau tidak kuat ingatannya, mengandung kejanggalan atau cacat.
  • Hadits Maudu, bila hadits dicurigai palsu atau buatan karena dalam rantai sanadnya dijumpai penutur yang memiliki kemungkinan berdusta.
Jenis-jenis lain

Adapun beberapa jenis hadits lainnya yang tidak disebutkan dari klasifikasi di atas antara lain:

  • Hadits Matruk, yang berarti hadits yang ditinggalkan yaitu hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang perawi saja dan perawi itu dituduh berdusta.
  • Hadits Mungkar, yaitu hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang perawi yang lemah yang bertentangan dengan hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang tepercaya/jujur.
  • Hadits Mu'allal, artinya hadits yang dinilai sakit atau cacat yaitu hadits yang didalamnya terdapat cacat yang tersembunyi. Menurut Ibnu Hajar Al Atsqalani bahwa hadits Mu'allal ialah hadits yang nampaknya baik tetapi setelah diselidiki ternyata ada cacatnya. Hadits ini biasa juga disebut hadits Ma'lul (yang dicacati) dan disebut hadits Mu'tal (hadits sakit atau cacat)
  • Hadits Mudlthorib, artinya hadits yang kacau yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi dari beberapa sanad dengan matan (isi) kacau atau tidaksama dan kontradiksi dengan yang dikompromikan
  • Hadits Maqlub, yakni hadits yang terbalik yaitu hadits yang diriwayatkan ileh perawi yang dalamnya tertukar dengan mendahulukan yang belakang atau sebaliknya baik berupa sanad (silsilah) maupun matan (isi)
  • Hadits gholia, yaitu hadits yang terbalik sebagian lafalnya hingga pengertiannya berubah
  • Hadits Mudraj, yaitu hadits yang mengalami penambahan isi oleh perawinya
  • Hadits Syadz, hadits yang jarang yaitu hadits yang diriwayatkan oleh perawi orang yang tepercaya yang bertentangan dengan hadits lain yang diriwayatkan dari perawi-perawi yang lain.
  • Hadits Mudallas, disebut juga hadits yang disembunyikan cacatnya karena diriwayatkan melalui sanad yang memberikan kesan seolah-olah tidak ada cacatnya, padahal sebenarnya ada, baik dalam sanad atau pada gurunya. Jadi, hadits Mudallas ini ialah hadits yang ditutup-tutupi kelemahan sanadnya.

Periwayat hadits

Sampul kitab hadits Sahih Bukhari

Periwayat umat Muslim
  1. Shahih Bukhari, disusun oleh Bukhari (194-256 H).
  2. Shahih Muslim, disusun oleh Muslim (204-262 H).
  3. Sunan Abu Dawud, disusun oleh Abu Dawud (202-275 H).
  4. Sunan at-Turmudzi, disusun oleh At-Turmudzi (209-279 H).
  5. Sunan an-Nasa'i, disusun oleh an-Nasa'i (215-303 H).
  6. Sunan Ibnu Majah, disusun oleh Ibnu Majah (209-273).
  7. Musnad Ahmad, disusun oleh Imam Ahmad bin Hambal (781-855 M).
  8. Muwatta Malik, disusun oleh Imam Malik.
  9. Sunan Darimi, Ad-Darimi.
Periwayat umat Syi'ah

Muslim Syi'ah hanya mempercayai hadits yang diriwayatkan oleh keturunan Muhammad SAW, melalui Fatimah az-Zahra, atau oleh pemeluk Islam awal yang memihak Ali bin Abi Thalib. Syi'ah tidak menggunakan hadits yang berasal atau diriwayatkan oleh mereka yang menurut kaum Syi'ah diklaim memusuhi Ali, seperti Aisyah, istri Muhammad saw, yang melawan Ali pada Perang Jamal.

Ada beberapa sekte dalam Syi'ah, tetapi sebagian besar menggunakan:

  • Ushul al-Kafi
  • Al-Istibshar
  • Al-Tahdzib
  • Man La Yahduruhu al-Faqih
Beberapa istilah dalam ilmu hadits

Berdasarkan siapa yang meriwayatkan, terdapat beberapa istilah yang dijumpai pada ilmu hadits antara lain:

  • Muttafaq Alaih (disepakati atasnya) yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dari sumber sahabat yang sama, dikenal dengan hadits Bukhari dan Muslim
  • As-Sab'ah berarti tujuh perawi yaitu: Imam Ahmad, Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Daud, Imam Turmudzi, Imam Nasa'i dan Imam Ibnu Majah
  • As-Sittah maksudnya enam perawi yakni mereka yang tersebut di atas selain Ahmad bin Hambal (Imam Ibnu Majah)
  • Al-Khamsah maksudnya lima perawi yaitu mereka yang tersebut di atas selain Imam Bukhari dan Imam Muslim
  • Al-Arba'ah maksudnya empat perawi yaitu mereka yang tersebut di atas selain Ahmad, Imam Bukhari dan Imam Muslim
  • Ats-Tsalatsah maksudnya tiga perawi yaitu mereka yang tersebut di atas selain Ahmad, Imam Bukhari, Imam Muslim dan Ibnu Majah.

Pembentukan dan Sejarahnya

!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Sejarah hadits

Hadits sebagai kitab berisi berita tentang sabda, perbuatan dan sikap Nabi Muhammad sebagai Rasul. Berita tersebut didapat dari para sahabat pada saat bergaul dengan Nabi. Berita itu selanjutnya disampaikan kepada sahabat lain yang tidak mengetahui berita itu, atau disampaikan kepada murid-muridnya dan diteruskan kepada murid-murid berikutnya lagi hingga sampai kepada pembuku hadits. Itulah pembentukan hadits.

Masa pembentukan hadits

Masa pembentukan hadits tiada lain masa kerasulan Nabi Muhammad itu sendiri, ialah lebih kurang 23 tahun. Pada masa ini hadits belum ditulis, dan hanya berada dalam benak atau hafalan para sahabat saja. perode ini disebut al wahyu wa at takwin. Pada saat ini Nabi Muhammad sempat melarang penulisan hadits agar tidak tercampur dengan periwayatan Al Qur'an, namun setelah beberapa waktu, beliau Shalallahu alaihi wassallam membolehkan penulisan hadits dari beberapa orang sahabat yang mulia, seperti Abdullah bin Mas'ud, Abu Bakar, Umar, Abu Hurairah, Zaid bin Tsabit, dllnya. Periode ini dimulai sejak muhammad diangkat sebagai nabi dan rosul hingga wafatnya (610M-632 M)

Masa Penggalian

Masa ini adalah masa pada sahabat besar dan tabi'in, dimulai sejak wafatnya Nabi Muhammad pada tahun 11 H atau 632 M. Pada masa ini hadits belum ditulis ataupun dibukukan, kecuali yang dilakukan oleh beberapa sahabat seperti Abu Hurairah, Abu Bakar, Umar bin Khattab, Abdullah bin Mas'ud, dllnya.. Seiring dengan perkembangan dakwah, mulailah bermunculan persoalan baru umat Islam yang mendorong para sahabat saling bertukar hadits dan menggali dari sumber-sumber utamanya.

Masa penghimpunan

Masa ini ditandai dengan sikap para sahabat dan tabi'in yang mulai menolak menerima hadits baru, seiring terjadinya tragedi perebutan kedudukan kekhalifahan yang bergeser ke bidang syari'at dan 'aqidah dengan munculnya hadits palsu. Para sahabat dan tabi'in ini sangat mengenal betul pihak-pihak yang melibatkan diri dan yang terlibat dalam permusuhan tersebut, sehingga jika ada hadits baru yang belum pernah dimiliki sebelumnya diteliti secermat-cermatnya siapa-siapa yang menjadi sumber dan pembawa hadits itu. Maka pada masa pemerintahan Khalifah 'Umar bin 'Abdul 'Aziz sekaligus sebagai salah seorang tabi'in memerintahkan penghimpunan hadits. Masa ini terjadi pada abad 2 H, dan hadits yang terhimpun belum dipisahkan mana yang merupakan hadits marfu' dan mana yang mauquf dan mana yang maqthu'.

Masa pendiwanan dan penyusunan

Abad 3 H merupakan masa pendiwanan (pembukuan) dan penyusunan hadits. Guna menghindari salah pengertian bagi umat Islam dalam memahami hadits sebagai prilaku Nabi Muhammad, maka para ulama mulai mengelompokkan hadits dan memisahkan kumpulan hadits yang termasuk marfu' (yang berisi perilaku Nabi Muhammad), mana yang mauquf (berisi prilaku sahabat) dan mana yang maqthu' (berisi prilaku tabi'in). Usaha pembukuan hadits pada masa ini selain telah dikelompokkan (sebagaimana dimaksud di atas) juga dilakukan penelitian Sanad dan Rawi-rawi pembawa beritanya sebagai wujud tash-hih (koreksi/verifikasi) atas hadits yang ada maupun yang dihafal. Selanjutnya pada abad 4 H, usaha pembukuan hadits terus dilanjutkan hingga dinyatakannya bahwa pada masa ini telah selesai melakukan pembinaan maghligai hadits. Sedangkan abad 5 hijriyah dan seterusnya adalah masa memperbaiki susunan kitab hadits seperti menghimpun yang terserakan atau menghimpun untuk memudahkan mempelajarinya dengan sumber utamanya kitab-kitab hadits abad ke-4 Hijriyah.

Kitab-kitab hadits

Berdasarkan masa penghimpunan hadits

Abad ke-2 Hijriyah

Beberapa kitab yang terkenal:

  1. Al Muwaththa oleh Malik bin Anas
  2. Al Musnad oleh Ahmad bin Hambal (tahun 150 - 204 H / 767 - 820 M)
  3. Mukhtaliful Hadits oleh As Syafi'i
  4. Al Jami' oleh Abdurrazzaq Ash Shan'ani
  5. Mushannaf Syu'bah oleh Syu'bah bin Hajjaj (tahun 82 - 160 H / 701 - 776 M)
  6. Mushannaf Sufyan oleh Sufyan bin Uyainah (tahun 107 - 190 H / 725 - 814 M)
  7. Mushannaf Al Laist oleh Al Laist bin Sa'ad (tahun 94 - 175 / 713 - 792 M)
  8. As Sunan Al Auza'i oleh Al Auza'i (tahun 88 - 157 / 707 - 773 M)
  9. As Sunan Al Humaidi (wafat tahun 219 H / 834 M)
Dari kesembilan kitab tersebut yang sangat mendapat perhatian para 'lama hanya tiga, yaitu Al Muwaththa', Al Musnad dan Mukhtaliful Hadits. Sedangkan selebihnya kurang mendapat perhatian akhirnya hilang ditelan zaman.
Abad ke 3 H
  • Musnadul Kabir oleh Ahmad bin Hambal dan 3 macam lainnya yaitu Kitab Shahih, Kitab Sunan dan Kitab Musnad yang selengkapnya :
  1. Al Jami'ush Shahih Bukhari oleh Bukhari (194-256 H / 810-870 M)
  2. Al Jami'ush Shahih Muslim oleh Muslim (204-261 H / 820-875 M)
  3. As Sunan Ibnu Majah oleh Ibnu Majah (207-273 H / 824-887 M)
  4. As Sunan Abu Dawud oleh Abu Dawud (202-275 H / 817-889 M)
  5. As Sunan At Tirmidzi oleh At Tirmidzi (209-279 H / 825-892 M)
  6. As Sunan Nasai oleh An Nasai (225-303 H / 839-915 M)
  7. As Sunan Darimi oleh Darimi (181-255 H / 797-869 M)

Imam Malik imam Ahmad

Abad ke 4 H
  1. Al Mu'jamul Kabir oleh Ath Thabarani (260-340 H / 873-952 M)
  2. Al Mu'jamul Ausath oleh Ath Thabarani (260-340 H / 873-952 M)
  3. Al Mu'jamush Shaghir oleh Ath Thabarani (260-340 H / 873-952 M)
  4. Al Mustadrak oleh Al Hakim (321-405 H / 933-1014 M)
  5. Ash Shahih oleh Ibnu Khuzaimah (233-311 H / 838-924 M)
  6. At Taqasim wal Anwa' oleh Abu Awwanah (wafat 316 H / 928 M)
  7. As Shahih oleh Abu Hatim bin Hibban (wafat 354 H/ 965 M)
  8. Al Muntaqa oleh Ibnu Sakan (wafat 353 H / 964 M)
  9. As Sunan oleh Ad Daruquthni (306-385 H / 919-995 M)
  10. Al Mushannaf oleh Ath Thahawi (239-321 H / 853-933 M)
  11. Al Musnad oleh Ibnu Nashar Ar Razi (wafat 301 H / 913 M)
Abad ke 5 H dan selanjutnya
  • Hasil penghimpunan
  • Bersumber dari kutubus sittah saja
  1. Jami'ul Ushul oleh Ibnu Atsir Al Jazari (556-630 H / 1160-1233 M)
  2. Tashiful Wushul oleh Al Fairuz Zabadi (? - ? H / ? - 1084 M)
  • Bersumber dari kkutubus sittah dan kitab lainnya, yaitu Jami'ul Masanid oleh Ibnu Katsir (706-774 H / 1302-1373 M)
  • Bersumber dari selain kutubus sittah, yaitu Jami'ush Shaghir oleh As Sayuthi (849-911 H / 1445-1505 M)
  • Hasil pembidangan (mengelompokkan ke dalam bidang-bidang)
  • Kitab Al Hadits Hukum, diantaranya :
  1. Sunan oleh Ad Daruquthni (306-385 H / 919-995 M)
  2. As Sunannul Kubra oleh Al Baihaqi (384-458 H / 994-1066 M)
  3. Al Imam oleh Ibnul Daqiqil 'Id (625-702 H / 1228-1302 M)
  4. Muntaqal Akhbar oleh Majduddin Al Hirani (? - 652 H / ? - 1254 M)
  5. Bulughul Maram oleh Ibnu Hajar Al Asqalani (773-852 H / 1371-1448 M)
  6. 'Umdatul Ahkam oleh 'Abdul Ghani Al Maqdisi (541-600 H / 1146-1203 M)
  7. Al Muharrar oleh Ibnu Qadamah Al Maqdisi (675-744 H / 1276-1343 M)
  • Kitab Al Hadits Akhlaq
  1. At Targhib wat Tarhib oleh Al Mundziri (581-656 H / 1185-1258 M)
  2. Riyadhus Shalihin oleh Imam Nawawi (631-676 H / 1233-1277 M)
  • Syarah (semacam tafsir untuk hadits)
  1. Untuk Shahih Bukhari terdapat Fathul Bari oleh Ibnu Hajar Asqalani (773-852 H / 1371-1448 M)
  2. Untuk Shahih Muslim terdapat Minhajul Muhadditsin oleh Imam Nawawi (631-676 H / 1233-1277 M)
  3. Untuk Shahih Muslim terdapat Al Mu'allim oleh Al Maziri (wafat 536 H / 1142 M)
  4. Untuk Muntaqal Akhbar terdapat Nailul Authar oleh As Syaukani (wafat 1250 H / 1834 M)
  5. Untuk Bulughul Maram terdapat Subulussalam oleh Ash Shan'ani (wafat 1099 H / 1687 M)
  • Mukhtashar (ringkasan)
  1. Untuk Shahih Bukhari diantaranya Tajridush Shahih oleh Al Husain bin Mubarrak (546-631 H / 1152-1233 M)
  2. Untuk Shahih Muslim diantaranya Mukhtashar oleh Al Mundziri (581-656 H / 1185-1258 M)
  • Lain-lain
  1. Kitab Al Kalimuth Thayyib oleh Ibnu Taimiyah (661-728 H / 1263-1328 M) berisi hadits-hadits tentang doa.
  2. Kitab Al Mustadrak oleh Al Hakim (321-405 H / 933-1014 M) berisi hadits yang dipandang shahih menurut syarat Bukhari atau Muslim dan menurut dirinya sendiri.

Catatan kaki

  1. ^ "Hadith," Encyclopedia of Islam.
  2. ^ Lisan al-Arab, by Ibn Manthour, vol. 2, pg. 350; Dar al-Hadith edition.
  3. ^ al-Kuliyat by Abu al-Baqa’ al-Kafawi, pg. 370; Al-Resalah Publishers. This last phrase is quoted by al-Qasimi in Qawaid al-Tahdith, pg. 61; Dar al-Nafais.

Referensi

sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Hadits

ber Amal jariyah yuk ……

Amal Jariyah adalah sebutan bagi amalan yang terus mengalir pahalanya, walaupun orang yang melakukan amalan tersebut sudah wafat. Amalan tersebut terus memproduksi pahala yang terus mengalir kepadanya.
Hadis tentang amal jariyah yang populer dari Abu Hurairah menerangkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Apabila anak Adam (manusia) wafat, maka terputuslah semua (pahala) amal perbuatannya kecuali tiga macam perbuatan, yaitu sedekah jariah, ilmu yang berman­faat, dan anak saleh yang mendoakannya" (HR. Muslim).
Selain dari ketiga jenis perbuatan di atas, ada lagi beberapa macam perbuatan yang tergolong dalam amal jariah.
Dalam riwayat lain, Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya diantara amal kebaikan yang mendatangkan pahala setelah orang yang melakukannya wafat ialah ilmu yang disebar­luaskannya, anak saleh yang ditinggalkannya, mushaf (kitab-kitab keagamaan) yang diwariskannya, masjid yang dibangunnya, rumah yang dibangunnya untuk penginapan orang yang sedang dalam perjalanan. sungai yang dialirkannya untuk kepentingan orang banyak, dan harta yang disedekahkannya” (HR. Ibnu Majah).
Di dalam hadis ini disebut tujuh macam amal yang tergolong amal jariah sebagai berikut.
1. Menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang bermanfaat, baik melalui pendidikan formal maupun nonformal, seperti diskusi, ceramah, dakwah, dan sebagainya. Termasuk dalam kategori ini adalah me­nulis buku yang berguna dan mempublikasikannya.
2. Mendidik anak menjadi anak yang saleh. Anak yang saleh akan selalu berbuat kebaikan di dunia. Menurut keterangan hadis ini, kebaikan yang dipeibuat oleh anak saleh pahalanya sampai kepada orang tua yang mendidiknya yang telah wafat tanpa mengurangi nilai/pahala yang diterima oleh anak tadi.
3. Mewariskan mushaf (buku agama) kepada orang-orang yang dapat memanfaatkannya untuk kebaikan diri dan masyarakatnya.
4. Membangun masjid. Hal ini sejalan dengan sabda Nabi SAW, ”Barangsiapa yang membangun sebuah masjid karena Allah walau sekecil apa pun, maka Allah akan membangun untuknya sebuah rumah di surga” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Orang yang membangun masjid tersebut akan menerima pahala seperti pahala orang yang beribadah di mas­jid itu.
5. Membangun rumah atau pondokan bagi orang-orang yang bepergian untuk kebaikan. Setiap orang yang memanfaatkannya, baik untuk istirahat sebentar maupun untuk bermalam dan kegunaan lain yang bukan untuk maksiat, akan mengalirkan pahala kepada orang yang membangunnya.
6. Mengalirkan air secara baik dan bersih ke tampat-tempat orang yang membutuhkannya atau menggali sumur di tempat yang sering dilalui atau didiami orang banyak. Setelah orang yang mengalirkan air itu wafat dan air itu tetap mengalir serta terpelihara dari kecemaran dan dimanfaatkan orang yang hidup maka ia mendapat pahala yang terus mengalir.
Semakin banyak orang yang memanfaat­kannya semakin banyak ia menerima pahala di akhirat. Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa membangun sebuah sumur lalu diminum oleh jin atau burung yang kehausan, maka Allah akan mem­berinya pahala kelak di hari kiamat.” (HR. Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Majah).
7. Menyedekahkan sebagian harta. Sedekah yang diberikan secara ikhlas akan mendatangkan pahala yang berlipat ganda.

Jumat, 12 Juli 2013

Palestina Ditolong Tentara Dengan Seragam Putih

clip_image001

Di akhir Januari 2009, rumah Dardunah yang terletak di antara Jabal Al-Kashif dan Jabal Ar-Rais di jalan raya Qaram, didatangi oleh sepasukan tentara Yahudi.  Seperti biasa semua anggota keluarganya tengah berkumpul di ruang tengah rumah mereka.

Anak dari keluarga ini diinterogasi dengan pertanyaan, apa warna seragam yang dipakai oleh pasukan Al-Qassam?  Dia diinterogasi selama tiga hari dan mendapatkan pertanyaan yang selalu sama dan anak tersebut menjawab dengan jawaban yang selalu sama pula, yaitu warna hitam.

“Hei pembohong!  Tentara Al-Qassam mengenakan pakaian putih,” teriak tentara Yahudi Zionis dengan marah.  Anak itu terkejut karena ia tidak pernah melihat Al-Qassam mengenakan pakaian putih.

Menurut salah satu pejuang Brigade Al-Qassam, Multaqa Al-Qasami, memang terdapat “pejuang lainnya” yang bersama-sama mereka memerangi Yahudi dan kejadian ini juga terjadi terhadap supir ambulans yang dihentikan oleh pasukan Yahudi.  Mereka bertanya apakah dia dari kamp Hamas atau Fatah?  Supir itu menjawab ia tidak dari kamp manapun, ia hanya seorang supir ambulans.

“Kelompok yang mengenakan seragam putih di belakang Anda sekarang, mereka dari kamp apa?” tanya tentara Yahudi lagi.

Pengemudi ambulans itu bingung karena ia tidak melihat siapapun di belakangnya.  Dia mengatakan dengan jujur bahwa ia tidak tahu tentara apa yang tengah dibicarakan.

Seorang penduduk desa Ta Al-Islam yang ingin menyelamatkan diri dari serangan Israel menemukan sejumlah pejuang yang tengah menangis di tangga sebuah apartemen yang setengah hancur.

“Mengapa kalian menangis?” tanyanya.

“Kami tidak takut kepada Yahudi tapi kami menangis karena di medan pertempuran terdapat sekelompok pejuang dengan seragam putih, bertempur dengan sangat gagah.  Kami tidak tahu dari mana mereka berasal dan siapa mereka,” jelas salah seorang pejuang.

Misteri mengenai pasukan dengan seragam putih telah disadari oleh Israel, stasiun televisi Channel 10, dalam program mereka menampilkan kisah tentang seorang tentara Israel yang matanya menjadi buta karena seorang pejuang dengan seragam putih melemparkan pasir ke matanya ketika Israel meluncurkan serangan terhadap para pejuang Palestina.

Stasiun televisi yang sama juga menyiarkan cerita tentara tentara Israel yang memerangi pasukan dengan seragam putih yang berjenggot dan tidak mati bahkan ketika ditembak secara membabi buta.

Khatib Masjid Izzudin Al-Qassam di wilayah Nashirat, Gaza pernah tampil di TV Al-Quds.  Menurut Khatib, seorang pejuang tengah membangun perangkap dan tiba-tiba helikopter Israel menjatuhkan sejumlah besar tentara mereka, disertai dengan tank lapis baja.  Pejuang itu ingin kembali ke tempat persembunyiannya karena ia berpikir bahwa jebakan yang ia buat tidak akan memberikan efek yang akan berpengaruh dengan tentara-tentara itu. Baru saja dia ingin meninggalkan tempat tersebut ketika tiba-tiba ia mendengar suara berkata, “Tetap di tempat Anda, Allah akan menguatkan Anda.”

Suara bisa terdengar berulangkali, membuat pejuang itu terpaku, tidak bergerak ke manapun.  Dia memandang sekeliling, mencoba mencari sumber suara, namun tidak menemukan orang lain di sekelilingnya.

Begitu tank-tank itu melewati posisi dimana jebakan ditanam, ledakan yang sangat kuat terjadi mengakibatkan semua tank Israel hancur berkeping-keping.

Sementara itu seorang pejuang, Abu Mujahid yang berjaga-jaga di pos ketika ia mendengar ledakan sangat kuat, ia juga mendengar seseorang mengucapkan tasbih, sedangkan tidak ada seorangpun disekitarnya.

Sementara itu di Gaza selatan, di Maghraqah, beberapa pejuang meletakkan bom jebakan.  Tiba-tiba kabel terpotong dan tank-tank musuh sudah sangat dekat.  Mustahil bagi mereka untuk pergi dan kembali menyambungkan kabel.  Beberapa dari mereka menangis karena sedih tidak dapat meledakkan tank-tank

Yahudi.  Tidak ada yang dapat mereka lakukan saat itu, dan beberapa dari mereka berdoa :

“Ya Allah seperti Anda tidak memberikan kami kesempatan untuk menghadapi mereka, tolong, hentikan mereka dari memiliki kesempatan yang sama.”

Sesungguhnya atas kebesaran Allah, pada subuh saat itu, sebuah ledakan kuat terjadi di lokasi dimana jebakan ditanam.  Banyak pasukan Yahudi terbunuh saat itu.  Jika diteliti, tidak ada satupun bom yang mereka tanam meledak, lalu darimana ledakan berasal?

Seorang pejuang Palestina menceritakan tentang kejadian aneh lainnya, saat sedang bertugas di Jabal Rais, merpati terbang rendah dan membuat suara yang aneh. Darimana itu berasal, tidak ada yang tahu, semua Mujahidin bersembunyi ketika mendengar suara merpati.

Pada tengah malam, seekor anjing pendeteksi milik Israel, mendeteksi lokasi penyimpanan senjata dan tempat persembunyian para pejuang Palestina. Para pejuang mulai panik, tetapi salah satu dari mereka berkata kepada anjing tersebut :

“Kami adalah Mujahidin di jalan Allah dan kami diperintahkan untuk tetap di tempat ini, silakan menjauh. Jangan menimbulkan masalah bagi kami.”

Tiba-tiba, anjing itu duduk dan menjulurkan kaki depan sementara lidahnya keluar. Mujahidin terkejut. Salah satunya mendekati anjing terlatih dan memberikan beberapa kurma. Anjing itu memakannya dan kemudian meninggalkan Mujahidin yang kebingungan.

Ini bukan misteri, semuanya adalah bantuan dari Allah SWT yang Maha Kuasa.  Kisah-kisah ini kami ambil dari situs theunjustmedia. (haninmaza/arrahmah.com)

Injil bertinta emas yang menyatakan "Yesus yakin kedatangan Nabi Muhammad (SAW)" ditemukan di Turki

 

clip_image001

TURKI (Arrahmah.com) –  Sebuah Injil rahasia yang berisi pernyataan, Yesus (Isa ‘alaihi salam) yakin tentang kedatangan Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa salam (SAW) ke dunia ditemukan di Turki. Penemuan ini telah menjadi “perhatian serius” Vatikan.

Paus Benedict XVI mengatakan ingin “melihat” Kitab yang telah berusia sekitar 1.500 tahun itu, yang banyak orang mengklaim bahwa itu adalah Injil Barnabas, yang telah disembunyikan oleh negara Turki selama 12 tahun, seperti yang dilaporkan Daily Mail.

Kitab tersebut adalah salinan Injil yang ditulis dengan tinta emas, ditulis dalam bahasa yang diyakini bahasa asli Yesus, bahasa Aram (bahasa sekitar 3.000 tahun lalu yang mirip dengan bahasa Arab dan bahasa Ibrani –red), yang dilaporkan berisi ajaran-ajaran awal Yesus yang juga berisikan tentang kedatangan Nabi Muhammad SAW.

clip_image002

Injil berbahasa Aram tersebut  teksnya ditulis pada kulit hewan, disampul oleh kulit hewan, ditemukan oleh polisi yang sedang melakukan operasi anti-penyelundupan pada tahun 2000.

Kitab Injil ini dijaga ketat hingga tahun 2010, ketika akhirnya diserahkan ke Musium Etnografi, dan akan segera ditampilkan kembali ke hadapan publik setelah sedikit perbaikan keamanan.

clip_image003

Satu lembar halaman fotocopy dari Injil tersebut dihargai hingga 1,5 juta poundsterling.

Menteri Budaya dan Pariwisata Turki, Ertugul Gunay mengatakan bahwa Kitab itu bisa jadi adalah versi asli dari Injil, yang disembunyikan oleh Gerja-gereja Kristen karena kuatnya dalil yang berhubungan dengan Islam mengenai Yesus (Nabi Isa ‘alaihi salam).

Gunay juga mengatakan bahwa Vatikan telah membuat sebuah permohonan khusus untuk “melihat” naskah ayat dari Injil rahasia itu – sebuah ayat yang “kontroversial”, yang merupakan penguat dalil yang sejalan dengan keyakinan Islam, yang menyatakan dengan jelas dan terang memperlakukan YESUS SEBAGAI MANUSIA BUKAN TUHAN, yang tentu saja menolak keyakinan Trinitas dan kisah palsu penyaliban Yesus dan naskah ayat dalam Injil tersebut juga menyatakan bahwa Yesus menyatakan kabar kedatangan Nabi Muhammad SAW.

Dalam sebuah versi Injil, Yesus dikatakan telah berkata kepada seorang pendeta: “Bagaimana Mesiah disebut? Muhamamad adalah nama yang diberkati”.

Namun penemuan injil kuno berbahasa Aram ini menimbulkan banyak kontroversi tentang keaslian keseluruhan isi Injil tersebut. Belum ada yang dapat memastikan keaslian keseluruhan dari isi Injil ini, apakah seluruhnya memuat apa yang diajarkan Nabi Isa ‘alaihi salam, atau telah ada perubahan padanya.

Sementara itu, Profesor teologi Turki Ömer Faruk Harman mengatakan kepada Daily Mail, bahwa harus melakukan penelitian ilmiah untuk mengklarifikasi apakah itu ditulis oleh Barnabas sendiri atau pengikutnya. Allahu A’lam. (siraaj/arrahmah.com)