Selasa, 16 Maret 2010

PERKATAAN MUJTAHID DAN IMAM MADZAB


 

    

    Setiap imam empat melakukan ijtihad sesuai dengan hadits yang telah sampai kepadanya. Maka terjadinya perbedaan pendapat antara mereka bisa jadi dikarenakan ada imam yang sudah mendengar hadits tertentu, sementara imam yang lain belum mendengar hadits tersebut. Hal itu disebabkan hadits-hadits waktu itu belum ditulis dan para penghafal hadits telah berpencar-pencar. Ada yang di Hijaz, Syam, Irak, Mesir dan di negeri-negeri Islam lainnya. Mereka hidup di suatu zaman dimana transportasi sangat sulit. Untuk itu kita lihat Imam Syafi'i telah meninggalkan pendapatnya yang lama ketika pindah ke Mesir dari Irak dan memperhatikan hadits-hadits yang baru didengarnya.

    Oleh karena itu ketika kita melihat Imam Syafi'i berpendapat bahwa wudlu' bisa batal karena menyentuh wanita sedangkan Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa hal itu tidak membatalkan wudlu', maka kita harus kembali kepada hadits Rasulullah saw. sesuai dengan firman Allah swt. "Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah swt. (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah swt. dan hari Kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." An-Nisa':59

    Karena kebenaran tidak mungkin lebih dari satu, sehingga tidak mungkin hukum menyentuh wanita itu membatalkan wudlu' dan tidak membatalkannya. Padahal Rasulullah saw dan beliau adalah sebaik-baik penafsir Al-Qur'an pernah menepiskan Aisyah dengan tangannya dan memegang kaki Aisyah, padahal beliau sedang shalat. (HR. Bukhari)

    Jika Imam Syafi'i mendengar hadits ini atau jika hadits tersebut dianggap Shahih, maka ia tidak akan mengatakan bahwa wudlu' batal karena menyentuh lain jenis, sebagaimana ia telah mengatakan, "Jika suatu hadits itu Shahih, maka itulah mahdzab saya."

    Dan kita juga tidak diperintahkan kecuali mengikuti Al-Qur'an yang diturunkan oleh Allah swt. dan keterangan-keterangan Rasulullah saw. dengan hadits-hadits shahihnya, sebagaimana firman Allah swt. "Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Rabbmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selainNya. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran daripadaNya." Al-A'raf : 3

    Maka seorang muslim yang mendengarkan hadits shahih tidak boleh menolaknya, karena hal itu bertentangan dengan madzab Imam Syafi'i. Para Imam madzab telah melakukan ijma' mengambil hadits shahih dan meninggalkan setiap pendapat yang bertentangan dengan hadits shahih tersebut.

    Akibat dari fanatisme madzab tentang batalnya wudlu' karena menyentuh wanita telah menyebabkan orang asing mengambil gambaran yang jelek tentang

Islam. Salah seorang penduduk Makkah menceritakan kepada saya bahwa ia pernah membaca suatu majalah di Jerman yang menulis suatu judul dengan tulisan yang menyolok "Islam menganggap wanita sebagai sesuatu yang najis seperti halnya anjing." Mereka mengatakan demikian setelah mendengar bahwa orang-orang Islam mencuci tangannya jika menyentuh wanita, sehingga mereka memahamim bahwa wanita aadalah najis. Padahal jika mereka mengetahui bahwa Rasulullah saw. pernah mencium seorang istrinya kemudian langsung shalat tanpa wudlu' tentu tidak akan mengatakan perkataan pedas tersebut yang justru bukan dari Islam. Fanatisme madzab yang serupa telah membuat tabir antara orang kafir dan Islam melihat wanita sebagai sesuatu yang najis seperti najisnya anjing.

    Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah r.h. menyebutkan dalam bukunya "Raf'ul Malaam 'Anil A'immatil A'laam" hal-hal yang baik tentang para Imam tersebut dan barangsiapa yang salah dianatara mereka akan mendapatkan satu pahala dan jika benar akan mendapatkan dua pahala, dan itu dilakukan setelah berijtihad. Semoga Allah swt. mengasihi para Imam dan memberinya pahala.


 


 

BERIKUT INI BEBERAPA PENDAPAT IMAM MADZAB TENTANG HADITS :

1. Imam Abu Hanifah, yang ajaran-ajaran fiqihnya menjadi pijakan orang, berkata, "

    a. Tidak boleh seseorang mengambil pendapat kami sebelum mengetahui dari mana kami mengambilnya.

    b. Haram bagi yang tidak mengetahui dalil saya kemudian memberi fatwa dengan kata-kata saya, karena saya adalah manusia biasa, yang sekarang bicara sesuatu dan besok tidak bicara itu lagi.

    c. Jika saya mengucapkan pendapat yang bertentangan dengan Al-Qur'an serta hadits Nabi saw. maka tinggalkanlah perkataan saya.

    d. Ibnu Abidin berkata dalam bukunya, "Jika hadits itu shahih dan bertentangan dengan madzab, maka haditslah yang dipakai dan itulah madzabnya. Dan dengan mengikuti hadits itu, tidak berarti penganutnya telah keluar dari pengikut Hanafi." Diriwayatkan dari Abu Hanifah bahwa beliau pernah berkata, "Jika hadits itu benar maka itulah madzabku."

2.    Imam Malik, Imam penduduk Madinah, berkata :

    a. Sesungguhnya saya adalah manusia biasa yang bisa salah dan bisa benar. Maka perhatikan secara kritis pendapatku, yang sesuai dengan kitab dan sunnah ambillah, dan setiap pendapat yang tidak sesuai dengan kitab dan sunnah tinggalkanlah.

    b. Setiap orang sesudah Nabi saw. bisa diambil ucapannya dan bisa ditinggalkan, kecuali Nabi saw.

3. Imam Syafi'i, dari keluarga Ahli bait, berkata :

    a. Setiap orang ada yang pendapatnya sesuai dengan sunnah Rasulullah saw. dan ada yang tidak sesuai. Jika saya berkata dengan suatu pendapat atau berdasarkan sesuatu pendapat dari Rasulullah saw. tapi kenyataannya bertentangan dengan ucapan Rasulullah saw., maka pendapat yang benar adalah ucapan Rasulullah saw. dan itulah pendapat saya.

    b. Orang-orang Islam telah melakukan ijma' bahwa barangsiapa yang jelas mempunyai dalil berupa sunnah Rasulullah saw. maka tidak dihalalkan bagi seorang pun meninggalkannya karena ucapan orang lain.

    c. Jika kamu mendapatkan hal-hal yang bertentangan dengan sunnah Rasulullah saw. dalam buku saya maka ikutilah ucapan Rasuklullah saw. dan otulah pendapat saya juga.

    d. Jika suatu hadits itu shahih maka itulah madzab saya.

    e. Beliau berkata kepada Imam Ahmad bin Hambal, "Anda lebih pandai dari saya tentang hadits dan keadaan para periwayat hadits, jika anda tahu bahwa sesuatu hadits itu shahih maka beritahukanlah kepada saya sehingga saya akan berpendapat dengan hadits itu.

    f. Setiap masalah yang mempunyai dasar hadits shahih menurut para ahli hadits, dan bertentangan dengan pendapat saya maka saya akan kembali pada hadits tersebut selama hidup atau sesudah mati.

4.    Imam Ahmad bin Hambal, Imam para pengikut Ahli Sunnah, berkata :

    a. Jangan engkau bertaklid kepadaku atau Imam Syafi'i atau Imam Auza'i atau Imam Ats-Tsaury tapi ambillah dari mana asal mereka mengambil.

    b. Barangsiapa menolak hadits Rasulullah saw., maka ia berada di tepi kehancuran.

    Demikianlah perkataan-perkataan dari Imam-imam Madzab, apakah kita masih fanatisme madzab tapi sesungguhnya tidak kenal dengan madzab yang kita anut? Serta meninggalkan hadits-hadits yang shahih ?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar