Jumat, 13 Agustus 2010

Bagaimana Memahami dan Mentafsirkan Al-Quran

Al Qur’anul Karim adalah kalamullah (perkataan Allah). Disebut juga kitabullah (kitab Allah), yaitu sebuah kitab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, mengandung hal-hal yang berhubungan dengan keimanan, ilmu pengetahuan, kisah-kisah (cerita) filsafah, peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku dan tata cara hidup manusia (hukum-hukum atau syari’ah) baik sebagai makhluk individu maupun sebagi makhluk sosial sehingga berbahagia hidup didunia dan akhirat.
Al Qur’anul Karim dalam menerangkan hal-hal diatas, ada yang dikemukakan secara Tafshil (terperinci), seperti yang berhubungan dengan hukum perkawinan, hukum warisan dan sebagainya, dan ada pula yang dikemukakan secara Mujmal (umum dan garis besarnya saja). Yang diterangkan secara mujmal ada yang diperinci dan dijelaskan oleh hadits-hadits nabi saw dan ada yang diserahkan kepada kaum muslimin sendiri untuk memerincinya sesuai dengan keperluan satu kelompok manusia, keadaan, masa dan tempat. Seperti dalam masalah kenegaraan, Al Quran mengemukakan prinsip syuro. Adanya suatu badan yang mewakili rakyat, keharusan berlaku adil dsb.
Di samping itu, Islam membuka pintu ijtihad kepada kaum kuslimin dalam hal yang tidak diterangkan dalam Al Quran dan hadits secara qat’i atau tegas. Terbukanya pintu ijtihad ini yang memungkinkan manusia memberikan komentar, memberi keterangan dan menyampaikan pendapat. Tentang hal yang tidak disebut, atau yang masih umum dan belum terperinci dikemukakan oleh Al Quran.
Nabi Muhammad saw sendiri beserta para shahabat beliau, adalah orang-orang yang menjadi pelopor dalam hal ini. Kemudian diikuti oleh para tabi’in (orang-orang yang bertemu dengan para shahabat Rasulullah kemudian beriman) dan para tabi’it tabiin (orang yang bertemu para tabiin tapi tidak bertemu shahabat). Kemudian generasi-generasi yang tumbuh dan hidup pada masa-masa berikutnya. Namun demikian, betapapun keahlian seseorang memeahami arti tiap-tiap kalimat dalam Al Quran, maka ia tidak boleh keluar dari: sunnah rasulullah saw, pendapat para shahabat ra, tabi’in dan tabiut tabi’in serta para ulama-ulama mu’tabar (yang dapat dijadikan rujukan). Itulah yang dinamakan riwayat, terutama yang berkenaan dengan ayat-ayat hukum. Seseorang tidak boleh mengikut pendapatnya sendiri atau menurut akal pikirannya semata. Seseorang boleh menafsirkan Al Quran dengan akal pikirannya dengan syarat memenuhi ketetntuan-ketentuan berikut:
1.Memahami kaidah bahasa Arab dengan baik, agar dapat memahami makna dengan sejelas-jelasnya.
2.Tidak boleh menyelisihi dasar yang diterima oleh Rasulullah saw (Sunnah Rasul) dan ijma’ ulama shahabat.
3.Tidak boleh fanatik terhadap madzhab tertentu, sehingga ia membelokkan maksud Al Quran sesuai dengan mazhab yang dianut.
4.Memahami sebab-sebab turunnya ayat serta konteks ayat ketika diturunkannya.
CARA PENAFSIRAN YANG TERBAIK
Jika ada yang bertanya bagaiamana cara penafsiran Al Quran yang terbaik, jawabannya ialah :
1.Sebaik-baik cara penafsiran ayat adalah menafsirkan ayat dengan ayat Al Quran, sebab ada kalanya yang disingkat pada suatu ayat dipeinci atau diperjelas pada ayat yang lain, tetapi jika tidak mendapat pengertian dari ayat. Maka kembalilah kepada sunnah Rasulullah saw. Sebab sunnah Rasul itulah yang menerangkan Al Quran dan menjelaskannya. Sebagaimana firman Allah swt :
“Dan Kami tidak menurunkan kepadamu Al-Kitab (Al Quran) ini, melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.” (QS. An Nahl: 64)
Dan sunnah Rasul juga merupakan wahyu yang diturunkan Allah swt kepada Nabi Muhammad saw, hanya saja posisi yang membedakannya. Firman Allah:
“Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (QS. An Najm:3-4)
Oleh sebab itulah Rasulullah saw bersabda:
“Ingatlah sesungguhnya aku telah diberi Al Quran dan yang serupa dengan Al Quran, di samping Al Quran (Sunnah Rasul).”
2.Mengikuti tafsiran para shahabat Rasulullah saw. Yakni jika tidak mendapatkan tafsiran ayat didalam Al Quran, ayat dengan ayat dan ayat dengan hadits, maka sebaik-baik cara ialah mengikut penafsiran para shahabat nabi saw. Dan di antara ulama shahabat ialah Abdullah bin Abbas yang telah didoakan oleh nabi saw.
“Ya Allah Pandaikan ia dalam agama dan ajarkan kepadanya ilmu tafsir.”
Di antara perkataan beliau ialah bahwa Al Quran diturunkan meliputi empat hal:
1.Halal dan Haram yang tidak akan dimaafkan orang yang tidak mengethauinya.
2.Bagian yang dapat ditafsirkan oleh semua orang yang mengerti bahasa Arab.
3.Bagian yang hanya ditafsirkan oleh para ulama.
4.Yang mutasyabih yang tiada seorangpun yang mengetahuinya kecuali Allah swt.
3.Adapun menafsirkan Al Quran dengan pendapat akal pikiran karena sudah mengerti bahasa arab saja, maka hukumnya haram.
1.Karena Ibnu Abbas berkata nabi Muhammad saw bersabda.
“Barangsiapa yang mengartikan Al Quran hanya dengan pendapatnya atau dengan dasar yang ia tidak mengetahuinya, maka tempatnya adalah neraka.” (HR. Tirmidzi, An Nasai)
2.Dari Jundab ra berkata: Rasulullah saw bersabda:
“Siapa yang mengartikan ayat Al Quran semata-mata dengan pendapatnya. Maka ia telah bersalah.” (HR. Ibnu Jarir)
“Barangsiapa yang berpendapat mengenai ayat Allah hanya semata-mata akal pikiran, lalu kebetulan benar maka itu pun salah.” (At Tirmidzi, Abu Dawud dan An Nasai)
Oleh: Ust. Abu Muhammad Jibriel Abdurrahman

Tidak ada komentar:

Posting Komentar