Sabtu, 30 Januari 2010

METODE PENULISAN SEJARAHANTARA ISLAM DAN SEKULER

Oleh :

Drs. Muhammad Thalib

Wali dari Fatiyah, mahasiswi S2 Jurusan Sejarah UGM


 

  1. Arti kata SEJARAH

Kata "sejarah" berasal dari kata bahasa Arab سيرة

التعريفات - (ج 1 / ص 40) – الجرجاني:

السيرجمع سيرة، وهي الطريقة، سواء كانت خيراً أو شراً،

يقال: فلان محمود السيرة، وفلان مذموم السيرة.

As siyaru, bentuk jamak dari kata siirah, yaitu perilaku, baik atau buruk. Contoh: Si Fulan perilakunya terpuji, atau Si Fulan perilakunya tercela. (At Ta'rifat juz 1 hal 40, Al Jurjani)

Tetapi Kuntowijoyo dalam bukunya Pengantar Ilmu Sejarah, 1995 hal 1 menyebutkan bahwa kata sejarah berasal dari bahasa Arab "syajara" berarti terjadi, "syajarah" berarti pohon, "syajarah an nasab" berarti pohon silsilah.

  • Pendapat ini tidak menyebutkan sumber pengambilannya, padahal dalam kamus Arab, kata "syajara" dengan arti "terjadi" tidak ada, yang ada dengan arti: mengikat, mengucilkan, merintangi, menusuk, menopang, bertengkar.
  • Contoh:     

    syajara asy syai' artinya mengikat

syajara Fulanan, artinya mengucilkan atau merintangi

syajara ar rajula birumhi, artinya menusuk dengan tombak

syajara al baita artinya menopang

syajara bainahum artinya mereka bertengkar, berkelai

(kamus Arab "Al Munjid" bab Syin, Luis Ma'luf)

Dari segi fonetik (makharijul huruf), Kutowijoyo tidak menjelaskan proses perubahan kata syajarah menjadi sejarah, vokal a (pada sya) menjadi e (dalam se). Adapun sejarah dari kata siirah dapat diuraikan perubahannya dengan teori qawaidul i'lal wal ibdal dalam ilmu tashrif (ilmu perubahan kata).

Contoh:

qawama menjadi qaama

qaawimun menjadi qaaimun

Hilangnya huruf wawu (w) dikarenakan adanya kesulitan dalam pengucapan secara cepat dan lancar. Dalam istilah ilmu balaghah disebut ats
tsaqlu fin nuthqi. Dengan teori ini kita dapat menjelaskan proses perubahan (terori eksplanasi) dari siyara (bentuk jamak dari siirah) menjadi sejarah yaitu kesulitan lidah jawa untuk mengucapkan kata tersebut dengan cepat dan lancar tiga kali berturut-turut, bahkan terdengar berubah. Dengan demikian perubahan kata siyara menjadi sejarah memiliki landasan teori dalam ilmu balaghah. Sedangkan yang dikemukakan Kuntowijoyo tidak ada landasan teorinya.

Harapan kami, Jurusan Sejarah pada Fakultas Sastra dan Budaya UGM bersedia melakukan introspeksi, agar karya ilmiah semacam ini tidak menjadi sasaran kritik, karena tidak ilmiah.


 

  1. Metode Penulisan dan Uji Kebenaran Sejarah

Penulisan Sejarah Islam:

Contoh:     Kisah tentang operasi bedah dada Nabi saw. untuk dibersihkan dengan air zamzam.

Kisah ini mempunyai sanad (rangkaian orang-orang yang menyampaikan berita tersebut dari sumber pertama sampai dengan penulis sejarah), sebagaimana ditulis dalam kitab Shahih Muslim sebagai berikut:

235 - حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ هَاشِمٍ الْعَبْدِيُّ حَدَّثَنَا بَهْزُ بْنُ أَسَدٍ حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ الْمُغِيرَةِ حَدَّثَنَا ثَابِتٌ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ:

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُتِيتُ فَانْطَلَقُوا بِي إِلَى زَمْزَمَ فَشُرِحَ عَنْ صَدْرِي ثُمَّ غُسِلَ بِمَاءِ زَمْزَمَ ثُمَّ أُنْزِلْتُ

Skemanya sanadnya sebagai berikut:

  1. Nabi saw.
  2. Anas
  3. Tsabit
  4. Sulaiman bin Mughirah
  5. Bahz bin Asad
  6. 'Abdullah bin Hasyim Al 'Abdi
  7. Muslim

Dengan metode sanad seperti ini nilai kebenaran data sejarah dapat diuji secara obyektif oleh siapa saja dan kapan saja, mulai sejak ditulis sampai kiamat. Untuk menguji kebenaran sanad ini ada perangkat dan metode yang meliputi ilmu tahrij, ilmu tarjamatur ruwat, ilmu al jarh wat ta'dil, ilmu 'ilal, dan lain-lain.

Apakah metode penulisan sejarah Islam semacam ini digunakan oleh para ahli sejarah sekuler, yang begitu bangga dengan karya-karya sejarahnya? Misalnya tentang penulisan sejarah Socrates, Aristoteles, perang Atena, perang Majapahit di masa Hayamwuruk dengan kerajaan Siliwangi, kisah Walisongo, bahkan sejarah Supersemar yang menjadi tonggak Orde Baru dan sejarah pencoretan tujuh kata dalam Piagam Jakarta yang diceritakan oleh Bung Hatta.

Untuk uji validitas data-data sejarah tersebut, para sejarawan sekuler menggunakan metode apa? Apakah mereka juga menggunakan ilmu-ilmu di atas, misalnya ilmu tahrij (menelusuri nama orang-orang yang meriwayatkan) dan ilmu al jarh wat ta'dil (meneliti kredibilitas orang-orang yang meriwayatkan, apakah hapalannya kuat dan jujur atau tidak). Lalu bagaimana bila sejarah-sejarah yang ditulis oleh kaum sekuler diuji dengan metode ini?

Demikianlah masukan yang dapat kami berikan kepada segenap civitas akademika Fakultas Sastra Budaya, khususnya Jurusan Sejarah agar bersikap egaliter untuk melakukan komparasi metodologi berkenaan dengan penulisan sejarah ini. Selanjutnya kami ucapkan terima kasih atas kesempatan yang diberikan kepada kami.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar